Dua Puluh Dua

2.5K 420 171
                                    

a/n

first, sorry for the longggg wait for this story update. susah banget cari waktu buat  nulis di sebulan terakhir ini karena lagi mempersiapkan banyak hal buat salah satu tujuanku, but yeah ... it failed hehehe. and I was kinda stuck? entahlah, kayak merasa semuanya berantakan aja. tapi ga papa,  semangatku udah full tank lagi hahaha.

udah yok, selamat membaca.

H U L Y A
━━━━━━━⊰✿🌹✿⊱•━━━━━━━
And He finds you confused, and He gives you instructions.

Ad Dhuha : 7

Jika ditanya tempat apa yang begitu berkesan bagi Hulya, maka rumah sakit salah satunya.

Begitu banyak bisik doa tulus yang dilangitkan, ada derai air mata bahagia saat menyambut kedatangan buah hati, ada tangis perih ketika satu jiwa pergi dan ada pula pelukan erat penuh duka untuk terakhir kali.

Tempat datang, tempat pulang. Tempat perjuangan penuh keharuan. Semua itu menjadikan tempat ini punya makna dan kesan tersendiri.

Sekarang ia di sini, kembali menepati janji pada ayahnya untuk menemani Tasya yang masih di rawat inap.

Langkahnya ia seret dengan malas menuju ruang VIP yang ada di lantai empat. Bukannya ia terpaksa kesini. Ia tentu kasihan dengan kondisi Tasya, namun membayangkan terjebak berdua dengan kakaknya membuat Hulya lumayan kapok.

Beberapa meter hampir sampai, gadis itu malah mendadak berhenti ketika menyadari pintu ruang rawat Tasya terbuka lebar.

Kira-kira di dalam sedang ada dokter atau bagaimana? Tak mungkin kan Tasya yang sedang sendirian malah membuka pintu ruang rawatnya?

Makin dekat, sayup-sayup terdengar percakapan. Suara pria terdengar, dan ketika Hulya mencondongkan kepalanya dibalik dinding, barulah jelas.

Arka ada di sana.

Sekilas ia mengerjap. Tak salah lihat, kan?

Well, apa Hulya tertinggal berita lagi? Sudah sejauh apa hubungan keduanya? Mereka terlihat dekat.

"Aku takut ... hasilnya buruk," kata Tasya yang bersandar di kepala ranjang dengan wajah yang benar-benar pucat hari ini.

"Apapun hasilnya, semua orang bakal dukung kamu buat sembuh."

"Tapi kalau umur aku nggak lama lagi?" tambah Tasya. "Yaaa ... aku tau semuanya udah di atur. Tapi masih banyak hal yang belum aku capai dan I only feel like a failure if there is no meaning in this life."

"Dan gimana kalau umurku nggak cukup buat melakukan semuanya?"

Hulya ikut mematung mendengar kalimat kakanya yang terkesan sedikit putus asa. Di samping itu ia masih bertanya-tanya. Apa keduanya merasa tak nyaman ya harus mengobrol di tempat tertutup lalu menjadikan pintu ini terbuka? Jika iya, Hulya salut sekali.

"Sah-sah aja kalau kamu cemas sama kondisi kamu sendiri. Tapi kamu harus ingat, nggak ada patokan pasti yang sakit bakal pulang duluan. Jadi ya ... ayo lewati semuanya selagi waktu belum berhenti."

Kali ini Tasya malah terkekeh. "Kamu pasti bilang kayak barusan ke semua pasien kamu ya?"

Arka ikut tertawa pelan.

"Tapi bener loh, dalam keadaan sempit begini aku mulai sadar. Semacam, ada perasaan menyesal aja." Tasya membenarkan posisi duduknya, membuat rambutnya menjuntai acak.

HULYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang