H U L Y A
━━━━━━━⊰✿🌹✿⊱•━━━━━━━
"Tak harus mengerti makna dari setiap takdir yang kita jalani. Kita hanya perlu percaya bahwa Allah begitu menyayangi hamba-hambaNya dan setiap takdir Allah itu baik."[ Ustadzah Halimah Alaydrus ]
Aci FIKOM is callingLangkah Hulya tertahan di anak tangga pertama ketika merogoh ponsel yang berbunyi dan melihat nama yang tertera di layar. Tanpa pikir panjang jempolnya menggeser tombol hijau lalu saling bertukar salam.
"Yaya, aku bawa kabar baik nih buat tugas kita. Pasti kamu kaget deh!"
Kening Hulya menyerngit bingung. Ia tak bisa menebak banyak, namun sepertinya ini perihal narasumber yang sulit dihubungi itu. "Kabar baik? Maksud kamu calon narasumber udah balas email kita buat permohonan wawancara?"
Di seberang sana Aci terkikik. "Kurang tepat. Ini nggak pake embel-embel calon lagi. Tapi fixed, Insya Allah. Lusa kita ke Kalibata buat wawancara."
Jangan bilang Hulya salah dengar. Ia sudah kelewat senang menerima kabar ini! Artinya waktu mereka tak habis banyak hanya untuk mencari narasumber lagi setelah gagal dua kali.
"Alhamdulillah," balas Hulya. Tapi ia merasa ada yang janggal dengan perkataan barusan. "Tapi, Ci. Kok ke Kalibata? Pak Husein kan pengrajin sepatu kulit yang punya stand di Palmerah. Atau beliau punya cabang lain di Kalibata?"
"Kok Pak Husein? Ini kamu belum buka grup ya? Jangan ditabung ah chatnya, percuma. Nggak bisa buat beli gorengan."
Buru-buru Hulya keluar dari menu panggilan dan menjelajah isi chat dari grup WhatsApp mereka. Ada sekitar lima pesan yang belum ia baca. Dengan telepon yang masih tersambung, Hulya secara cepat membacanya.
"Jadi Pak Husein udah balas email-nya, dqn beliau nggak bisa karna lagi di luar kota sampai tanggal empat bulan depan. Jadi yaudah, gagal."
"Dan kamu tau nggak? Pas latihan rutin taekwondo. Ada kating yang berbaik hati bantuin kita! And tadaaa ... kita bisa langsung wawancara sama ibunya."
"Kating yang mana, Ci? Ini seriusan, kan?" Pasalnya menghubungi narasumber itu tak sesimpel menghubungi dosen. Etika berada di urutan pertama jika menghubungi seseorang, apalagi orang yang akan diwawancara. Apabila di kartu nama tercantum surel dan nomor telepon pribadi, maka Hulya harus menghubunginya melalui surel terlebih dahulu walaupun akan lebih mudah bertukar pesan di WhatsApp. Belum lagi ia harus mengirim metode wawancara.
Dan sekarang Aci secepat dan semudah itu mendapatkan narasumber baru? Baiklah, ini kabar baik karena rezeki Aci juga membawa manfaat pada Hulya dan Nayla.
"Yang tadi nyamperin kita ke Kantin. Ka Rendy itu."
Gadis itu agak kaget mendengarnya. "Kok bisa?"
Suara tawa Aci terdengar lagi. Sepertinya sedang senang sekali.
"Aku ceritain singkat aja, Ya. Kamu denger kan kalau aku udah nggak masuk dua kali? Nah hari Jum'at nanti aku disuruh latihan lagi, tapi aku bilang aja mau ada tugas wawancara. Ya curhat tipis-tipis lah sesama anak Jurnalistik, sampe aku bilang kalau belum punya narasumber."
"Aku tuh inget banget ya pas awal ikut UKM, Ka Rendy itu bagi-bagi roti. Ibunya punya kedai roti, sekarang kayaknya punya tiga cabang deh. Aku kelepasan gitu aja, nanya ibunya bisa jadi nasum apa engga. Dan dia langsung telepon ibunya dong! Tanpa basa basi juga ibunya bilang iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
HULYA
General Fiction"Home is where Mom is." Copyright © 2020 by Irlyrma [You can tag @irlyrma if you share something from this story. Thank you.]