H U L Y A
━━━━━━━⊰✿🌹✿⊱•━━━━━━━
Tidak ada nikmat yang kecil, hanya rasa syukur kita saja yang kurang besar.The secret to a happy life isn't chasing after a better job. But learning to enjoy the job you have.
Kutipan dari Hyegwang Sunim tersebut rasanya sudah cukup menjadi alasan mengapa Arka berada di ruangan dingin dan serba steril ini. Menikmati pekerjaan, meskipun sering kali di akhir-akhir jam jaganya ada saja kejutan yang mengharuskannya pulang lebih lambat.
"Nah ini..." gumam Arka saat menemukan darah di intra abdomen ±1300cc yang bercampur dengan usus dan organ abdomen lainnya. Tangannya kembali sibuk mengevakuasi blood clot dan suction serta packing di 4 kuadran abdomen untuk melokalisir perdarahan yang berasal dari ruptur lien.
Suara monitor yang memperlihatkan tanda vital pria yang terbaring tak sadarkan diri di meja operasi mengiringi tindakan bedah pria paruh baya korban kecelakaan ini.
"Kamu kenapa, Nes? Dari tadi kayak nggak fokus sampai mau nangis gitu?" Tiba-tiba suara dokter Syarif—dokter anestesi—yang ikut dalam operasi ini memecah keheningan.
Perawat perempuan yang berdiri di samping Arka itu hanya menggeleng.
"Tolong diingat ya. Jangan bawa emosi pribadi kalau kita udah masuk ke OK," tambahnya lagi. Ucapannya bukan hanya memperingati Nesa, tapi semua yang ada di ruangan ini.
"Maaf, Dok. Tadi tuh ... saya cuma inget bapak karena ngeliat anak dari pasien ini."
"Menang kenapa anak beliau ini?"
"Anaknya yang SD baru bagi rapot hari ini. Pertama kali dapet juara satu di sekolah katanya. Jadi dia mau liatin ke bapaknya, tapi pas nungguin pulang malah dapet kabar kecelakaan. Pas pasien mau masuk ke sini, anaknya ternyata bawa rapotnya dan sempet bisikin begini 'Pak, ini buat bapak. Kalau bapak nggak ada, nanti nggak ada yang peluk aku kalau mau tidur, nggak ada yang belain aku kalo diejek teman-teman, nanti kita nggak bisa makan satu piring berdua lagi. Pak, jangan nyusul ibu ya'," ujar Ners Nesa tanpa mengalihkan fokusnya pada sayatan besar di perut pasien.
"Racun kamu, Nes!" sambar Ners Dila. "Saya jadi ikut-ikutan inget anak di rumah nih," ujar perawat senior anestesi. Matanya juga jadi memanas mendengar penuturan itu. Tapi saat monitor menunjukkan tanda vital yang mulai menurun, sontak ia mengangkat kepala menatap Arka dan dua perawat yang kesulitan dalam melakukan repair dengan splenorraphy.
"Dok, perdarahannya masih berlangsung."
Ya, Arka dengar ucapan Nesa itu. Darah itu menyeruak dari parenkim lien yang robek dan hal ini sangat berbahaya apabila dibiarkan terlalu lama akibat berusaha menjahit ruptur lien yang luas dan tidak beraturan.
Sesaat kepalanya menggeleng pelan, mengusir sekelebat percakapan teman sejawatnya tentang anak pasien ini yang tiba-tiba menyelip di saat ia sedang memutar otak secara cepat. Jangan sampai ia lengah karena hal lain sementara fokus utama di depan mata.
"Kita splenectomy total. Ruptur lien nggak bisa dipertahankan lagi," kata Arka. Ia lebih dulu memotong pedikel lien agar perdarahan berhenti. Kehilangan darah yang semakin banyak akan menyebabkan pasien jatuh dalam keadaan hipotermia dan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) yang mengancam nyawa dan bisa berakibat death on table.
Keempat ligamentum penggantung lien langsung dipotong, diantaranya ligamentum gastrolienalis, splenocolica, splenophrenica, dan splenorenalis.
KAMU SEDANG MEMBACA
HULYA
General Fiction"Home is where Mom is." Copyright © 2020 by Irlyrma [You can tag @irlyrma if you share something from this story. Thank you.]