Suasana yang sepi, membuat derap langkah Ayara terdengar menguasai ruangan UKS. Perlahan Ayara mencari sosok Revan di balik kerai, namun tidak ada sosok Revan di sana. Ayara melirik ke arah kanan dan mendapati satu kerai lagi yang belom ia check. Ia yakin Revan di sana. Ia berencana hendak mengejutkan Revan.
Langkah pelan namun pasti Ayara arungi, kakinya melangkah dengan hati-hati menuju kerai itu. Tangannya mulai membuka kerai itu perlahan dan hendak mengagetkan Revan.
"B......." Ujar Ayara hendak mengejutkan.
Baru saja hendak bersorak, namun semua itu tertahan dengan raut tampan Revan yang tengah tertidur pulas. Ayara yang tadinya hendak mengagetkan Revan, sekarang malah berjalan pelan ke arah Revan.
Ayara duduk dan menatap Revan dalam. Ada banyak pertanyaan yang ingin ia ketahui tentang sosok sahabatnya itu.
"Vann..." Ujar Ayara hati-hati.
"Revaannn..." Ujar Ayara lagi tapi tidak ada jawaban.
Karena tidak ada jawaban, Ayara mencoba menepuk pipi Revan. Baru saja menyentuh pipi Revan, tangan Ayara terangkat karena terkejut dengan suhu tubuh Revan.
"Vannn!" sorak Ayara sembari mengecek suhu wajah Revan yang panas.
"Van, badan lo panas banget." Ujar Ayara mulai panik.
Revan yang masih tertidur tak mengubris, sementara Ayara, ia berlari ke arah lemari obat untuk mengambil kompres dan obat-obatan. Ayara mengambil air hangat semangkok dan segera mengompres Revan.
Ayara meletakkan handuk hangat ke jidat Revan. Ia nampak telaten merawat Revan. Beberapa kali Ayara melakukan itu dan meletakkan mangkok itu kembali ke tempatnya sembari mengambil segelas air.
Waktu yang masih menunjukkan pukul 13.00 membuat Ayara membiarkan Revan tertidur dulu karena masih ada anak ekstrakurikuller latihan di sekolah. Melihat Revan tertidur nyenyak, membuat Ayara perlahan menyandarkan kepalanya ke pinggiran ranjang. Menutup mata dan mulai menyusul Revan ke alam mimpi.
Waktu berlalu seiring turunnya suhu tubuh Revan. Perlahan Revan terbangun dan melihat sosok Ayara di sampingnya. Revan menyentuh handuk yang masih melekat di keningnya dan segera melepas handuk kecil itu. Ia kemudian menatap dalam Ayara yang masih tertidur lelap.
Sorot cahaya matahari menuju senja menyinari wajah Ayara yang tertidur lelap. Revan mencoba menutupi cahaya itu dengan tangannya sehingga menimbulkan bayangan hitam tak beraturan di wajah Ayara.
Bayangan yang hilang timbul itu membuat Ayara terbangun dari tidurnya. Perlahan ia membuka mata dan mendapati tangan Revan berada tepat di dekat wajahnya.
"Lo udah bangun?" tanya Ayara sembari bangun dari kursinya.
Revan hanya diam menatap Ayara.
"Masih sakit? minum obat dulu ya." Saran Ayara sembari memberikan segelas air dan obat sakit kepala.
Revan hanya diam tak mengubris. Ia tetap meminum obat yang Ayara berikan. Ayara yang tak mendengar suara Revan itu merasa canggung dan cemas.
"Mm.. e.. handuknya kurang anget ya? gua ambilin dulu ya air hangatnya." Ujar Ayara salah tingkah.
Ayara berbalik hendak mengambil air hangat, namun langkahnya terhenti saat Revan menahan tangannya. Degup jantung Ayara seakan dipercepat semesta. Ia membalikkan badan dan bertemu dengan sorot mata Revan.
"Makasi ya." Lirih Revan penuh makna.
"Apa?" tanya Ayara tak percaya.
"Makasi, gua udah baikan kok." Ujar Revan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAYARA (TAMAT)
Teen FictionSemua dimulai sejak kejadian lima tahun lalu. Ibunda Mayara Zauni yang terkena kanker diselingkuhi oleh Ayahnya yang bernama Andi. Perselingkuhan itu, membuat Ayara harus berjuang sendirian demi kesembuhan Ibunya. Waktu membawa Ayara ke suatu titik...