3

900 72 6
                                    

Ayara turun dari motornya dan masuk ke rumah. Perlahan ia membuka pintu, dan langsung menuju lantai atas.

Dari sudut mata terlihat bahwa ada dua orang yang mengobrol di ruang tamu. Namun, Ayara terus berjalan tanpa peduli.

"Ay." Ujar ayah Ayara.

Ayara terus melangkah tanpa menghiraukan panggilan itu.

"Ay." Ujar seseorang dengan suara lembut. Orang itu mencoba berjalan mendekati Ayara. Tepat di belakang Ayara ia berhenti.

Ayara seketika terhenti, diam dan mencoba menoleh ke pemilik suara itu.

"Kak Bryan." Sorak Ayara sembari langsung memeluk pemilik suara itu.

Lelaki yang bernama Bryan itu langsung membalas pelukan Ayara dan menggendongnya ke kamar.

"Kangen banget." Ujar Ayara sembari melingkarkan tangannya di leher Bryan.

Bryan menurunkan Ayara tepat di pintu kamarnya. Ayara membuka pintu kamarnya dan mereka segera masuk.

"Masyaallah, kamar cewek nih?" celetuk Bryan.

"Lo pikir gua cowok kak?" celetuk Ayara menyindir.

"Yaudah, sini kakak bantu beresin." Ujar Bryan sembari mulai membereskan bersama Ayara.

Bryan adalah saudara kandung Ayara. Satu-satunya orang yang Ayara ajak bicara dari 3 anggota keluarganya. Namun, kuliah mengharuskan Bryan berpisah dari Ayara. Ia hanya bisa bertemu saat libur kuliah saja.

Saat sedang asik membereskan, tidak sengaja Bryan melihat sebungkus rokok di kasur Ayara.

"Kamu ngerokok dek?" tanya Bryan curiga. Ayara yang tengah asik membereskan meja rias itu terkejut.

"Nggak. Mana bisa gua." Celetuk Ayara dengan cengengesan.

"Terus ini rokok siapa?" tanya Bryan lagi.

"Mm, temen gua kemarin main ke sini." Ujar Ayara dengan menutupi raut paniknya.

Bryan tidak mengetahui sedikit pun bagaimana perilaku Ayara karena mereka sudah terpisah sejak kecil. Bryan selalu ikut keluarga ibu di kota berbeda karena tuntutan sekolah yang ia mau yaitu pesantren. Iya, Bryan adalah pria lembut sehingga bisa membuat Ayara benar-benar nurut padanya.

"Jangan coba-coba kamu dek." ancam Bryan.

Ayara hanya diam dan mencoba berbaring di kasurnya.

"Kapan pulang lo kak?" tanya Ayara.

"Baru, sebentar lagi juga balik." Jelas Bryan sembari tertidur menatap langit-langit kamar bersama adiknya itu.

Bryan menatap wajah cantik adiknya. Ia melihat ada banyak beban yang Ayara tanggung. Kata-kata bokap tadi juga terngiang-ngiang di kepalanya.

"Udah gede aja ya kamu." Celetuk Bryan sembari menoleh ke Ayara.

"Lo pikir gua ga makan-makan?" celetuk Ayara sembari tertawa.

Hanya dengan Bryan lah Ayara bisa menjadi dirinya sendiri. Merasakan bahagia dengan melepas tawa.

"Dek." Ujar Bryan sembari bangun dari tidurnya.

Ayara hanya diam mendengar sapaan itu tanpa merubah posisinya.

"Aku pengen kamu ketawa kayak gitu setiap hari." Ujar Bryan menoleh ke Ayara yang masih berbaring.

"Hahhahaha." Ujar Ayara tertawa geli sembari memeluk kakaknya itu.

"Gua ketawa terus kok, overdosis malahan." Celetuk Ayara dengan kepala tersandar di bahu Bryan.

Dalam hati, ia mengutuk kalimat itu. Kalimat bahwa ia bahagia setiap hari. Rasanya ia ingin menjerit, berteriak pada Bryan bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Bertahun-tahun hatinya di gerogoti rasa trauma pertengkaran keluarga.

Sementara Bryan? Dia aman dalam pesantren dan sekarang nge kos karena harus lanjut kuliah di Universitas Islam Negeri. Pikirannya tak pernah dinodai oleh kalimat kasar ayah dan ibu mereka. Pertemuan yang sesekali dengan orang tua tentu tidak akan melihat apa saja sisi buruk yang ada pada keluarganya.

Ayara mencoba menutupi itu semua. Menutupi luka yang jelas-jelas sudah menganga.

"Aku sayang kamu dek." Ujar Bryan membalas pelukan adikknya itu.

Ayara menenggelamkan wajahnya dalam pelukan itu, menikmati pelukan yang hanya sekali setahun ia dapatkan. Walaupun masih banyak luka, tapi setidaknya ada sedikit obat pereda seperti pelukan Bryan.

"Yaudah, kakak balik dulu ya," sahut Bryan mencium kening adikknya itu.

"Jangan lupa solat kamu." Pesan Bryan sembari melangkah pergi.

Ayara hanya tersenyum dan melambaikan tangan ke arah Bryan yang sudah berada di pintu.

"Take care, brother." Sorak Ayara dengan raut sedih.

Bryan yang menuruni anak tangga kemudian berpapasan dengan ayahnya yang juga ayah Ayara.

"Kamu jangan sampein apa yang Papa bilang tadi ke Aya, ya." Lirih Pak Andi.

"Aku pamit Pa." Ujar Bryan menarik nafas dalam dan bersalaman.

Kini, langkah Bryan menuju ke pintu dan berlalu masuk ke mobil untuk menuju ke kos an nya di Bandung.

-------
Ayara yang selesai membereskan kamar tadi nampak lelah. Ia mencoba mengunci kamar dan menghidupkan koreknya. Membakar sebatang rokok dengan santai dan menghisapnya perlahan.

Hembusan asap rokok kini bertebaran kemana-mana. Menemani sepi Ayara di temani dengan suara musik alami seperti biasa.

"Kenapa selalu pulang malem terus?" bentak Pak Andi sembari memukul meja.

"Ngapain kamu ngurusin hidup aku!" balas Meta dengan kasar.

Tak lama, terdengar suara hempasan pintu yang mengejutkan Ayara.

Braagggg....

Mendengar itu, Ayara menghisap rokoknya semakin dalam. Mencoba menemukan titik nyaman pada setiap helaan asap beracun itu.

Brraaaggggg...

Entah bunyi apa lagi itu, sepertinya ada banyak musik alami dengan genre berbeda yang Ayara punya di rumah ini.

"Kapan kamu bisa berubah Met? udah 3 tahun lebih kamu kayak gini." Ujar Pak Andi miris.

"Ga usah banyak omong! ini semua juga karena kamu, Mas!" ketus Meta dari balik pintu kamarnya.

"Aku tuh capek pulang kantor, ngurus perusahaan siang malem, tapi kamu ga pernah nyuguhin apa-apa!" bentak pak Andi kecewa.

Meta membuka pintu kamarnya dan berdiri tepat di pintu itu.

"Pikirin aja diri kita masing-masing, sama tuh kaya anak kamu yang ga pernah mikirin orang lain!!!!!!" ujar Meta sembari masuk ke kamar lagi.

Braaagggg....

Ayara memasang heatsheatnya dan mulai memutar musik kesukaannya. Sekilas terdengar suara pukulan, namun tak begitu ia hiraukan. Ia fokus pada rokok yang entah sudah batang ke berapa sekarang.

Sementara, Pak Andi hanya bisa terdiam sembari memukul beberapa meja untuk pelampiasan amarahnya.

Malam yang indah untuk seorang pelajar, yang selalu Ayara rasakan setiap malam.

Bagaimana dengan malam mu? Adakah ketenangan di dalamnya? Atau seperti malam Ayara yang redup?

------
Say hello:) Part 3 nya gimana?
Jangan lupa vote ya, karena setiap vote adalah semangat bagi penulis:)

Tetap support dan mampir ke ig @bella.fadia

Share dan follow juga, makasi gess:*

MAYARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang