56

470 22 0
                                    

"Bagian menarik dari sebuah buku adalah cover, tapi bagian yang paling berkesan dalam sebuah buku adalah alur."
-Bella.fadia

Bryan keluar dari kamar adiknya dan menutup kembali pintu itu. Revan yang masih di balik tembok, lalu terkejut dengan kehadiran Bryan.

"Van!!?"

"Kamu ngapain diem di sini?" tanya Bryan.

Revan menatap Bryan dengan kikuk.

"Mm.. iyaa.. ini, gua tadi..." tangannya menunjuk objek tak tentu.

"Kamu udah denger semuanya?" tanya Bryan tersenyum.

"Mm, engg.. itu tadi baju...nya..."

Revan nampak terbata-bata.

"Ikut abang yuk," Bryan menarik Revan ke kamarnya untuk ngobrol.

"Tapi, bang.. gu..."

"AYOOO!!" Bryan menarik Revan.

Bryan masuk ke kamarnya, Revan mengikuti Bryan dari belakang.

"Masuk..." Bryan mempersilahkan Revan melihat-lihat kamarnya.

Revan melihat detail kamar itu dengan seksama. Matanya menatap sekeliling.

"Maklum... kamar lama di tinggal, jadi agak mati suasananya." Celetuk Bryan.

"Mm, enggak bang, kamar lo bagus." Revan duduk di kasur itu.

Bryan tersenyum ke arah Revan. Ia kemudian berjalan ke arah meja belajarnya. Membuka laci.

"Mm, lo kenapa ga tinggal di sini bang?"

Bryan mengambil selembar foto di laci itu.

"Abang kuliah di Bandung, terlepas dari itu, abang dibesarin sama keluarga kakaknya Ibu, Tantenya abang," jelas Bryan.

Revan mengangguk paham sembari meraba sprei. Bryan kemudian menyerahkan foto itu ke Revan.

"Foto? foto apa?" tanya Revan mengambil foto itu.

Revan melihat jelas kerutan di foto itu, wajah senyum bahagia wanita paruh baya. Sosok yang baru ia lihat sekarang.

"In..nii siapa bg?" tanya Revan.

"Itu Ibunya Mayara, nyokap kita."

"Ooohhh...." Revan mengangguk.

"Dulu, nyokap di vonis kanker, dia harus dirawat di RS setahun,"

"Kemotrapi terus,"

"Pakai oksigen terus, obat dan sebagainya," jelas Bryan.

Bryan berjalan ke arah jendela. Membuka kerai yang sudah lama tidak dipegang itu. Malam yang gelap, menemani percakapan mereka saat ini.

"Kamu pasti udah denger semuanya Van,"

Bryan melirik ke Revan yang nampak kikuk.

"Mm, gua..." Revan hendak menyangkal.

"Santai aja, gapapa, yang dibilang Ayara bener,"

"Abang ga pernah ada di saat masa sulit itu," Bryan menatap keluar jendela.

Revan hanya diam. Menatap punggung Bryan yang dilatarbelakangi langit gelap.

"Abang cuma ngeliat ibu beberapa kali karena harus sekolah, kuliah, sibuk."

Revan mulai meletakkan foto itu dan buka suara.

"Kenapa Aya ga ikut tinggal sama keluarga Ibu lo di Bandung bg saat itu?"

MAYARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang