51

400 25 0
                                    

Drr.....drrr.....

Drrr....drrrrrr....

Dering telfon membangunkan Ayara tepat jam 03.00 Wib. Pagi sekali untuk bangun ke sekolah. Ayara mengangkat panggilan itu.

"Halo, dek?" sapa Bryan yang tidur di RS itu.

"Iya kak?" tanya Ayara dengan mengusap mata.

"Ayahh..." ujar Bryan.

"Kenapa kak?" tanya Ayara lagi.

"Ayah udah sadar, katanya mau ketemu kamu sekarang juga," ujar Bryan.

"Kamu ke sini ya," ujar Bryan lagi.

"Hati-hati," Bryan menutup telfon itu.

Mayara yang mendapat kabar segera bangun dan bergegas ke RS tanpa mandi. Ia memilih membawa mobil karena masih subuh. Dingin.

Ayara menyusuri jalanan menuju RS. Sesampainya di RS, ia bergegas ke ruang dimana Ayahnya dirawat.

"Kak Bryann!!!" sapa Ayara kepada Bryan yang menunggunya di depan ruangan.

"Ayah mana kak?" tanya Ayara.

Bryan mengajak adiknya ke kamar VIP. Ayah mereka sudah dipindahkan dari ICU karena sudah sadar.

Ayara masuk ke ruangan itu, sudah ada Meta di sana. Ayara bergegas menuju Ayahnya.

"Ayahh, ini Aya," ujarnya menggenggam tangan pria itu.

Andi tersenyum sendu ke arah putrinya. Ia mencoba sekuat tenaga menggerakkan tangan yang satunya lagi. Tangan itu mendarat tepat di rambut Ayara. Andi mengelus lembut putrinya.

"Maafin Ayah..." lirih Andi.

"Ga, Aya yang harusnya minta maaf," ujar Ayara.

Andi menghela nafas panjang. Ia kesulitan berbicara saat ini. Mulutnya hendak menganga namun tertahan sesak di dada.

"Ayah jangan banyak ngomong dulu, Ayah pasti sembuh, besok Ayah akan di operasi karena udah sadar." Jelas Ayara.

Kembali ke lima tahun lalu, Ayara masih mengingat jelas keadaan itu.

[FlashBack]

Tepat di ruangan serba putih, Ibu Ayara hanya bisa tertidur, makan dibantu infus. Putri bungsunya, masih setia menunggu hingga sembuh.

"Maafin Ibu, kamu jadi repot." Ujar wanita itu.

"Nggak, ini udah tugas Aya Bu, Ibu ga usah mikir macem-macem," jelas Ayara menggenggam tangan ibunya.

Dengan sisa tenaga, rasanya ada banyak hal yang ingin sekali wanita paruh baya itu ungkapkan. Namun, tidak bisa.

"Ibu jangan banyak ngomong dulu, Ibu pasti sembuh, besok Ibu akan di kemotrapi lagi biar sel kankernya mati." Jelas Ayara.

Wanita itu tersenyum sendu ke arah putrinya. Ayara mencium tangan ibunya. Memaksakan senyum meski berat.

[Now]

Air mata tanpa sengaja menetes tepat di atas tangan Andi. Ayara menangis. Ia kembali sedih mengingat luka masa lalunya. Terlebih, ada Meta di sini.

"Ayaa... kamu," ujar Andi hendak bertanya.

"Nggak, Aya gapapa Yah," Ayara menyeka air matanya itu.

Bryan yang ada di sebelah Ayara merangkulnya. Bryan paham apa yang adiknya rasakan. Sedangkan, Meta fokus dengan tangan Andi yang satunya lagi.

"Selesai operasi Ayah akan sembuh, Ayah bisa kerja lagi, liburan," ujar Ayara menahan tangis.

Wajah pucat Ayahnya seolah menutup harapannya. Apakah Andi akan baik-baik saja. Dalam hati, Ayara tak sepenuhnya menyesali pertengkaran dinginnya dengan sang Ayah.

MAYARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang