8

573 46 13
                                    

Ayara masuk ke pekarangan rumahnya dan segera memarkirkan motor. Baru saja melangkah ke dalam rumah, ia melihat keadaan rumah yang sangat berantakan. Perlahan Ayara berjalan, menyusuri kepingan demi kepingan kaca yang berserakan menuju tangga.

Mata Ayara mencari sosok seseorang di rumah. Perlahan ia memperhatikan keadaan sembari berhati-hati akan pecahan beling.

"Permisi, Non." Ujar seseorang mengagetkan Ayara.

"Ibuk siapa?" tanya Ayara heran.

"Saya tukang cuci di sini Non." Ujar Bibi itu yang bernama Bi Nina.

"Tukang cuci?" tanya Ayara masih tidak percaya.

Sejak kapan Ayahnya nyewa tukang cuci. Bukankah seharusnya Meta yang mencucikan baju Ayahnya.

"Yaudah." Ujar Ayara melangkah ke atas.

"Tunggu Non, tadi ibuk pesan. Makanannya jangan lupa dimakan." Jelas Bi Nina memberi tahu.

"Oh, oke." Ujar Ayara dengan cuek nya.

"Non, satu lagi." Tambah Bi Nina menghentikan langkah Ayara yang sudah setengah jalan itu.

"Saya pamit pulang dulu, Non." Ujar Bi Nina sembari melangkah pergi.

Ayara mengiyakan dan berlalu pergi. Baru saja hendak masuk ke kamar, ia teringat sesuatu dan segera kembali ke pagar tangga.

"Biiii.. Bibiii.." Sorak Ayara memanggil sosok Bi Nina yang tidak muncul itu.

Ayara hendak menanyakan apa yang telah terjadi di rumahnya tadi, tapi sepertinya Bi Nina sudah keburu pergi.

Ayara melangkah menuju kamarnya dan segera menukar seragamnya. Ia duduk di pinggir kasur dan membakar rokoknya. Perlahan ia menghisap zat beracun buatan itu.

Hembusan asap rokok Ayara kemana-mana, membuat ruangan penuh dengan hembusan asap pudar. Hal buruk ini memang sulit sekali Ayara ubah.

Ayara terus menghisap rokoknya hingga batang ke dua, ia teringat sosok Revan. Seketika ia membuyarkan lamunannya.

"Aelah, masa gua bayangin Revan." Ujar Ayara membodohi dirinya sendiri.

Ayara mematikan rokoknya dan segera menuju kasur. Ia mulai memejamkan matanya dan hendak tertidur. Namun, baru saja berharap akan ketenangan malam ini, kenihilan pun terjadi.

"Metaa!" sorak Pak Andi memanggil istrinya itu.

Tidak ada jawaban dari Meta, beberapa kali Pak Andi mencoba memanggil nama yang sama. Namun, nihil.

Ayara mencoba menutup telingannya dengan bantal dan mencoba memejamkan mata. Apa yang bisa ia lakukan selain diam? Ia tidak bisa memaksa keadaan agar pulih, jadi semoga saja suatu saat harapan bahagia bisa menghampirinya.

Perlahan Ayara memejamkan matanya, mencoba selarut mungkin dalam dunia mimpi agar pertengkaran malam ini tidak terdengar.

----------
Ddddrrrrr.....Dddddrrrrrrrrr....

Drrrrrr.....Dddddrrrrr....

Deringan telfon masuk membangunkan Ayara. Mencoba mengusap mata dan mengumpulkan nyawa. Ia kemudian bangun dari tidurnya dan mengecek panggilan tak terjawab itu. Ada nama Revan di sana.

Seketika Ayara berdiri dari kasurnya dan teringat akan janji untuk nongkrong bareng. Tanpa menelfon Revan kembali, Ayara segera mandi dan menukar bajunya. Kali ini, ia tertuju pada Jeans hitam robek dan hoodiee putih oversize. Ayara mengambil waistbag nya dan segera menuruni anak tangga.

Baru saja hendak menuruni tangga, Ayara teringat akan hpnya yang tinggal.

Sementara di sisi lain, Revan telah sampai di gerbang rumah Ayara. Revan yang sedari tadi menunggu pun berinisiatif menjemput Ayara ke rumahnya, karena rumahnya nampak sepi.

MAYARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang