53

416 17 2
                                    

Usai dijemput Bryan, Ayara kini duduk di mobil itu. Ayara yang ada di dalam mobil merasa heran dengan Bryan yang hanya diam tanpa kata.

"Kak?" tanya Ayara memecah suasana.

Bryan tidak menjawab. Ia hanya fokus nyetir.

"Lo kok diem terus sih dari tadi? mau ngasih surprise ya?" celetuk Ayara.

Bryan masih diam. Datar.

"Operasi Ayah dipercepat ya karena kondisinya membaik?" ujar Ayara tersenyum.

Bryan sekilas melihat senyum adiknya. Senyum itu, sudah lima tahun lebih Bryan tidak melihat senyum tulus adiknya itu. Terkahir kali, saat ibunya masih di rumah sakit.

"Alhamdulillah, doa gua terkabul juga, akhirnya kondisi Ayah makin baik." Ujar Ayara yang membuat Bryan semakin terpukul.

Bryan masih tetap diam, ia menyetir mobil ke arah rumahnya. Ayara yang melihat sekeliling dengan senyum itu kemudian merasa ada yang aneh dengan jalan ini.

"Lah, ini jalan ke rumah kita ga sih?" ujar Ayara heran.

"Katanya mau ke RS." Ujar Ayara lagi.

Bryan masih bungkam. Ia menahan sesaknya sendiri.

"Ohhh, apa karena kondisi Ayah makin baik ya kak? makanya Ayah langsung pulang ke rumah?" celetuk Ayara sumringah.

"Lo kenapa ga bilang kak? kalau gitu kan gua bisa pulang sendiri." Ujar Ayara lagi.

Semakin melihat senyum itu, Bryan semakin merasa sakit. Ingin ia berteriak pada Ayara bahwa semua yang Ayara ucap itu salah. Keadaan tidak sebaik itu sekarang. Bahkan lebih buruk dari apa yang ia bayangkan.

Ayara menikmati perjalanan sembari tersenyum hangat. Beda dengan Bryan. Ia tak sedikitpun menikmati perjalan menuju rumah duka ini.

Mobil mereka mulai memasuki jalan ke perumahan. Dari dalam mobil, Ayara dapat melihat jelas bendera hitam kuning itu berkibar di pagarnya.

Dengan raut heran, Ayara menatap Bryan yang tanpa ekspresi itu.

"Kak?" lirih Ayara mengode Bryan.

Bryan memarkir mobilnya di pekarangan rumah. Disana, di depan pintu yang biasanya tertutup, kini terbuka lebar. Di dalam rumah yang biasanya sunyi, kini mendadak rami.

Ayara turun dari mobil itu, Bryan menatap lirih ke arahnya.

"Kak? ini..." ujar Ayara heran.

"Dek," ujar Bryan.

"Kak, ini ga beneran kan? siapa yang meninggal?" tanya Ayara yang menyadari bendera duka itu.

Bryan menatap Ayara penuh arti, ia perlahan memeluk erat adiknya.

"Kak, apaan sih!!" bentak Ayara menepis Bryan.

"Lo ngadain syukuran atas kepulangan Ayah ke rumah ini kan? makanya orang rame di rumah kita?" celetuk Ayara.

Bryan kembali memeluk erat adiknya. Ia tahu, ini semua akan sangat berat bagi Ayara.

"Kak, kalau mau syukuran ga perlu pake bendera ini!" bentak Ayara berlari hendak melepas bendera itu.

Bryan mengejar adiknya dan menahan tangan Ayara.

"APAAN SIH KAK!! LO KENAPA?" tanya Ayara bingung.

"Ayah, Ayah udah ga ada." Bryan melepas tangannya dari Ayara.

Ayara seketika bungkam. Menatap mata Bryan dengan tajam.

"Lo ngomong apaan sih kak?" Ayara tertawa kecil.

MAYARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang