16

420 34 0
                                    

"Ada beberapa hal tak terlihat yang kamu tidak tahu, bahwasanya ada seseorang yang selalu memperhatikanmu dalam diam hanya karena kamu jauh lebih berharga dari apapun."
-Be.Rvan
_________________________

Motor yang Ayara kendarai dalam gelap kini sukses memasuki halaman rumahnya. Ia turun dan segera masuk ke rumahnya.

"Revan.... Revaannn..." Celetuk Ayara sedikit terkekeh melihat motor Revan yang baru saja ia masukan ke bagasi.

Usai melihat itu, Ayara langsung masuk ke rumah dan menuju ke kamarnya.

****
(Saat yang sama)

"Syukurlah, dia baik-baik aja sampe rumah." Ujar Revan di dalam taxi.

"Jalan pak." Ujar Revan kepada sopir taxi yang menuruti permintaannya itu.

Sekilas tentang kejadian tadi, sebelum Revan memutuskan untuk mengikuti Ayara dari belakang, Revan sebenarnya terpaksa melakukan ini karena Ayara menipunya.

(Behind)
"Gua ga mau lo sakit lagi, naik taxi aja ya." Lirih Ayara memohon.

"Gua ga sakit." Celetuk Revan menyangkal.

"Lo sakit, mending naik taxi, bentar lagi juga dateng," jelas Ayara tetap berada di atas motor Revan.

"Kalo di dalam mobil lo akan aman dari angin yang dingin, jadi ga akan parah tu sakit lo." Ujar Ayara lagi.

"Gua cowok!" ketus Revan menarik Ayara turun.

"Aduh..." Ringis Ayara saat Revan menariknya.

"Ay, lo gapapa kan? mana yang sakit?" tanya Revan lagi.

Dengan sigap, Ayara mendorong Revan sedikit dan segera melaju pergi, ia meninggalkan Revan dengan taxi yang sebenarnya sudah ia pesan. Revan menatap kepergian Ayara dengan motornya.

"Aayyyyyyaaaaa!!!!!?" sorak Revan kesal.

"DASARRRR CEWEKK!!!!!" bentak Revan dengan marah.

-------
Baru saja menutup pintu, Ayara langsung di sambut oleh wajah Ayahnya.

"Mau jadi kayak Mama kamu?" tanya Pak Andi sinis.

Ayara hanya diam tak mengubris.

"Kenapa diem? kapan kamu bisa hargain orang tua?" tanya Pak Andi lagi.

Ayara diam dan terus melangkah menuju kamarnya.

"Aya! kamu bener-bener mau jadi wanita yang ga bisa nge hargain orang lain kaya Mama kamu?" tanya Pak Andi lagi.

Ayara seketika terhenti.

"Mama?" tanya Ayara tanpa membalik badan.

"Iya, Meta itu ibu kamu! bagaimanapun kamu harus bisa hargain dia." ujar Pak Andi lagi.

"Disaat dia ga bisa ngehargain Ayah,  kenapa Ayah harus suruh aku ngehargain dia?" tanya Ayara sinis.

"Panggil dia Mama, dia Ibu kamu!" ketus Pak Andi.

"Dia bukan Ibu aku!!!" bentak Ayara berlalu ke kamarnya.

"Ayaaaa, MAAYAARAA!!!!!!?" panggil Pak Andi dengan emosi.

Ayara masuk ke kamarnya dan membanting pintu, ia kemudian membuka sepatunya dan segera mencari sebatang rokok.

Hanya beberapa detik untuk melihat kumpulan asap segar itu menguasai kamar Ayara. Setiap isapan bagaikan obat depresi yang selalu bisa Ayara andalkan.

Sakit memang, harus berpura-pura sembuh saat menghisap racun yang dianggap obat. Air mata yang tersenggal karena emosi, membuat Ayara memilih untuk mengalihkan pikirannya.

MAYARA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang