Masih dengan duka yang sama. Udara dingin berhembus perlahan. Awan hitam menemani atap rumah Ayara kali ini. Bendera sesekali berkibar tertiup angin.
Mayara mulai keluar dari rumah itu, mengiringi keranda hingga ke tempat peristirahatan terakhir.
Revan dan Malik membantu Bryan mengangkat keranda itu. Beberapa kalimat tahlil berkumandang. Menggema sepanjang jalan.
Meta berjalan beriringan dengan Ayara. Tanpa pegangan tangan. Rasa benci Ayara menepis iba di hatinya. Ia masih tidak suka Meta.
Raut wajah penuh beban sembari memegang nisan. Itulah gambaran Ayara saat ini.
Selang beberapa menit, mereka menguburkan jenazah, mendoakan, hingga proses pemakaman selesai.
Rasanya berat. Penuh beban.
Agi berpamitan dan memberikan ucapan duka kepada Mayara.
"Turut berduka ya, Ay." Agi menepuk pundak Ayara dan berlalu.
"Makasi Gi." Ayara mengangguk tanpa ekspresi.
Revan dan Malik. Masih setia di samping Ayara. Masih menunggu sahabatnya untuk bangun dari makam itu.
Kini, hanya ada mereka ber-lima di makam itu. Meta dan Malik berada di sisi berlawanan dengan yang lain. Meta masih menangis haru.
"Dek, ikhlasin Ayah, biar tenang." Bryan mengelus pundak adiknya.
Ayara hanya diam.
"Semua ini berat buat kita, tapi kakak tahu kamu kuat." Ujar Bryan.
Ayara masih diam tanpa kata.
"Mass," ujar Meta yang memegang nisan itu.
Ayara seketika menyorot Meta tajam.
"Aku ga bisa tanpa kamu." Meta menangis.
Bryan hanya bisa menarik nafas dalam. Ia adalah tulang punggung saat ini.
"Ma, Mama juga harus ikhlasin Ayah," Bryan menatap Meta.
Meta masih menangis tersedu memegang nisan itu.
"Aku ga nyangka kamu bakal ninggalin aku, Mas." Ujar Meta.
"Kita harus tabah," Bryan mengelus Ayara.
Ayara seketika meremas tanah kuburan itu, ia menatap ke arah Meta yang menangis.
"GUA GA BUTUH TANGISAN LO, GUA BUTUH LO PERGI DARI RUMAH GUA." Ayara menatap tajam Meta.
"Aya, kita lagi berduka, ini makam Papa kamu loh," Meta tersedu.
"Sekali lagi gua bilang, LO BUKAN IBU GUA!" Seketika mata Revan tertuju pada Ayara.
Revan dan Malik memilih diam saja, ini urusan keluarga mereka. Bryan mencoba menengahkan. Ayara yang tersulut emosi, tidak peduli akan makam Ayahnya yang belum kering itu.
"Aya!" Bryan terpaksa membentak adiknya.
"Ini tuh makam Ayah, Ayah kita, kamu seharusnya tahan emosi." Ujar Bryan.
Ayara diam. Tak ingin berdebat dengan Bryan.
"Ma, ayo aku anter pulang." Bryan memapah Meta.
Meta berdiri dan berlalu bersama Bryan.
"Kalau kamu masih mau di sini, silahkan." Bryan berjalan melalui Ayara.
"Van, titip adek abang ya." Ujar Bryan berlalu.
"Siap Bang." Jawab Revan.
Bryan meninggalkan Ayara di sana bersama sahabatnya. Sebenarnya, marah kepada Ayara adalah hal yang tidak bisa ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAYARA (TAMAT)
Teen FictionSemua dimulai sejak kejadian lima tahun lalu. Ibunda Mayara Zauni yang terkena kanker diselingkuhi oleh Ayahnya yang bernama Andi. Perselingkuhan itu, membuat Ayara harus berjuang sendirian demi kesembuhan Ibunya. Waktu membawa Ayara ke suatu titik...