Chapitre Quarante-Six - 46

2.3K 245 1
                                    

Ruangan itu kecil. Tidak sampai enam meter lebarnya. Tetapi perabotnya hampir melebihi kapasitas; jam lonceng, lemari gantung dan peti besar memenuhi sebagian ruangan itu. Belum lagi rak berisi botol botol dengan warna cairan berbeda, serta meja dan dua kursi kayu di samping jendela.

Penerangannya pun hanya lampu kuning kecil yang tergantung. Sekedar remang-remang, jika bukan karena cahaya matahari siang saat ini.

Namun, terlepas dari itu semua, seorang wanita bersurai cokelat duduk di kursi depan meja dengan nyaman. Jari jemarinya perlahan menggoreskan tinta di atas selembar perkamen kuning tanpa memperdulikan ruangan kecilnya.

Di jaman sekarang, bisa jadi kertas perkamen itu sangat jarang bahkan langka. Tetapi kertas jenis itu adalah terbaik untuknya menuliskan beberapa hal penting.

Kata demi kata wanita itu goreskan pada lembar perkamen dengan tinta hitam yang nyaris mengering. Itu sedikit sulit, sampai pada kalimat terakhir, pintu ruangan terbuka disusul dengan suara seseorang.

"Kenapa kau membuat gadis pirang itu kembali?"

Seorang pria dengan tongkat cokelat mengkilap masuk dan berjalan mendekat sang wanita. Suara benturan tongkat dan lantai kayu menggema di ruang kecil itu.

Mengabaikan pertanyaan pria itu, sang wanita berkata, "Kau harus membaca ini, Decker," seraya menyodorkan gulungan perkamen lain dari atas mejanya.

Decker membuka lembar perkamen. Beberapa bagian tinta tidak begitu jelas cenderung pudar. Tapi setidaknya tulisan itu masih terbaca.

Dengan perlahan ia membaca kata demi kata yang tertulis di atas perkamen. Tidak ada hal spesial sampai sebuah kalimat membuat dahinya mengernyit.

"Kau dapat ini dari mana?"

"Aria yang menulisnya," jawab wanita itu seraya bersandar sembari menyilangkan kedua tangannya. "Kupikir dengan berada di tubuh aslinya, masalah selesai. Tapi kurasa tidak semudah itu."

"Jadi kau memutuskan untuk mengembalikannya karena surat ini?"

Wanita itu mengangguk. "Setidaknya paling aman untuk saat ini."

"Tapi jiwa anak itu rentan jika terlalu lama di sana."

"Apa boleh buat. Dosa anggota keluarga harus ditanggung bersama. Bukankah itu slogan keluarga mereka?"

"Tapi kau tidak harus membawanya kembali, Delta," ucap Decker seraya duduk di salah satu kursi samping meja. "Kau bisa mengacaukan semesta."

"Kau ingat? Aku hanya membantu. Gadis itu yang meminta."

"Tapi itu semua berujung masalah, 'kan?" Tidak ada balasan dari Delta, lalu Decker kembali berkata, "Setidaknya biarkan salah satu hidup."

"Apa kau tidak membaca kalimat terakhir?" tanya Delta. "Kematian lampau adalah kehidupan baru sang fana," ujarnya mengutip dari tulisan pada perkamen yang saat ini Decker pegang. "Setidaknya dia tidak akan mati."

Decker awalnya menatap kesal Delta, kini melunak. Manik hitamnya sudah tidak sekelam sebelumnya. "Semoga saja anak itu baik-baik saja," ucapnya.

"Dia pasti baik-baik saja."


@@@


"Aku akui, kau sangat gigih."

Sonya menoleh pada gadis dengan surai serupa dengannya. Gadis itu berdiri di ujung jembatan dekat batu danau di bekalang kastil. Sedangkan dirinya saat ini berdiri di atas rumput tidak jauh dari gadis itu.

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang