Chapitre Huit - 8

5.2K 578 5
                                    

Semilir angin berhembus, menerbangkan helaian anak rambut yang lolos dari jubah bertudung yang ia kenakan. Membelai lembut wajah putih pucatnya yang tidak terhalang apapun.

Suara tapal kuda yang beradu dengan tanah rerumputan memenuhi heningnya senja sore itu, membawanya berjalan menembus hutan lebat.

Hari ini menjadi sebuah perjalanan terpanjang yang pernah ia tempuh dengan menunggangi kuda. Punggungnya sedikit kram, dan bokongnya sakit, ketika ia harus tetap mencongklangkan kuda miliknya untuk sampai di kota yang ia tuju.

Sonya menghela napas. "Aku tidak menyangkan, Nimes akan membutuhkan hampir seharian," ucapnya, lalu ia menengadah, melihat langit yang telah melukiskan jingga bersemburat ungu. "Dan ini telah sangat sore."

Igritte menoleh. Memperhatikan wajah cantik itu yang sedikit pucat dari biasanya. Rasa lelah terlihat jelas di wajahnya. "Apa kita perlu berhenti istirahat sejenak, Nyonya?" tanya Igritte.

"Ide bagus!" jawab Sonya cepat seraya menghentikan kuda miliknya dengan menarik pelan kekang tali. "Aku membutuhkan air," lanjutnya, lalu ia menuruni kuda dengan sangat perlahan.

Sedangkan di belakang, seorang lelaki bersurai cokelat ikut memberhentikan kudanya dan turun seraya menghampiri Sonya, "Perjalanan akan semakin panjang jika kita beristirahat sekarang, My Lady."

"Mohon maafkan saya, Pangeran," balasnya tatkala ia membungkuk kecil berbasa-basi. "Tetapi tubuh saya tidak bisa diajak berjalan cukup jauh lagi. Izinkan kami beristirahat barang sejenak," lalu berjalan pergi bersama Igritte untuk mencari sungai terdekat. Louis hanya menaikan alis menanggapinya.

Perjalanan panjang itu telah menguras tenaganya, terlebih lagi saat ia harus menaiki kuda alih-alih kereta yang telah disiapkan oleh pengurus istal untuk dirinya. Louis berpikir bahwa menggunakan kereta akan memancing para bandit berdatangan karena kereta kuda yang dimiliki Francis sangatlah mengindikasikan keluarga bangsawan. Dan Sonya sangat menyesali ketika ia dengan mudah menyetujui usul Louis untuk menggunakan kuda. Ia pikir perjalanan Paris menuju Nimes hanya sekitar 4 jam atau paling lama 6 jam, dan itu perjalanan waktu yang dapat ia tolerir.

Semburat ungu bercampur jingga yang terlukis di langit-langit telah berganti, menunjukkan kelamnya langit dalam pantulan cahaya rembulan yang menemani. Ia tidak tahu akan bisa bertahan atau tidak untuk bermalam di hutan ini.

Ia dan Igritte berjalan cukup jauh dari pemberhentian mereka ketika ia melihat kilauan cahaya bulan yang terpantul dalam jernihnya air. Tanpa basa-basi, ia langsung berlari dan berjongkok untuk mengambil air lalu membasuh seluruh wajahnya.

Desahan napas keluar dari bibir mungilnya tatkala sejuk air sungai itu berhasil melewati tenggorokan dan masuk memenuhi kerongkongannya. Betapa ia merindukan air sesejuk ini.

"Igritte, bisakah kau mengemas air ini untuk persediaan minum kita?" tanya Sonya pada Igritte yang juga sedang meminum air sungai itu.

"Baik, Nyonya," jawab Igritte sembari mengambil sebuah botol kecil kosong dari kantung kecil yang ia bawa.

Selama beberapa menit keheningan melingkupi Sonya dan Igritte dalam gelapnya malam. Hanya suara daun yang bergesekan dengan angin penanda bahwa ia masih berada di hutan.

Namun dari kejauhan, tiba-tiba ia mendengar suara sayup-sayup berdebuk tapal kuda diikuti ringkikan kuda, yang tidak lama setelahnya 3 orang beserta 2 kuda kosong lain muncul dari kegelapan dan berderap kencang menuju arahnya.

Louis mempercepat kuda miliknya ketika ia melihat dua perempuan sedang berdiri dibibir sungai. "Cepatlah naik!" ucapnya setengah berteriak. "Kita sedang diikuti oleh beberapa kawanan."

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang