Chapitre Vingt-Cinq - 25

2.6K 325 8
                                    

Hai gaes! Masih ada yang nunggu Sonya dan Francis?

Check this out, and don't forget to vote and comment! :))

============================================================================================

Suatu waktu, Sonya merenungi nasibnya bahwa dirinya –lebih tepatnya jiwanya–, berparelel kedalam tubuh seorang wanita bangsawan dijamannya. Dan waktu lainnya untuk meruntuki segala kejadian yang menimpanya setelah berada dalam tubuh wanita bangsawan itu.

Ia tidak tahu itu termasuk keberuntungan atau kesialan.

Segala hal yang ia alami dari awal hingga dimana ia tertusuk anak panah berputar dalam untaian gambar yang silih berganti. Menampilkan semua memori dalam ingatannya.

Itu adalah gambar dimana matanya untuk pertama kalinya terbuka dalam dunia yang ia pikir adalah mimpi, lalu berganti dengan gambar sebuah gazebo indah yang sempat menarik perhatiannya, dan terus berputar hingga rasa sakit akibat anak panah itu terasa begitu nyata.

Rembesan cairan hangat membasahi punggungnya. Menimbulkan rasa nyeri yang mampu membuatnya ambruk dan kegelapan memenuhinya.

"Kau tau itu sangat disayangkan." Sebuah suara yang mengalun lembut membuat Sonya menoleh mencari si pemilik suara. "Aku disini," lanjut suara itu.

Disana gelap, dengan sebuah pencahayaan minim seperti kelab yang pernah ia kunjungi bersama Robert, namun masih dapat terlihat sebuah siluet perempuan dengan gaun yang menjuntai.

"Siapa kau?" tanya Sonya. Entah mengapa, ia dapat mendengar sebuah tawa tertahan dari perempuan itu.

Perempuan itu tertawa. "Kau tidak pandai berbasa-basi ya,' ujar perempuan itu seraya berjalan mendekat.

"Kau?"

"Ya, ini aku," ucap perempuan itu. Wajahnya seakan memanggil sebagian ingatan lain dalam ingatan Sonya. Sebuah ingatan asing sekaligus familiar. "dan Aku adalah dirimu, Sonya."

Ingatan itu berputar bagai kaleidoskop. Menerjang Sonya tanpa henti. Memenuhinya dengan gambaran jelas akan sosok seorang perempuan yang mirip dengan perempuan yang kini berada di depannya.

"Apa–" suara Sonya terhenti ketika sebuah gambaran seorang perempuan tersenyum, menampilkan sepasang iris bening berwarna biru langit. "Kau Diane?" tanya Sonya seraya membekap mulutnya. Ia bahkan tidak yakin, jika ia dapat mengucapkan nama itu.

Diane tersenyum. "Aku adalah kau, dan kau adalah aku." ucapnya mengulangi. "Kau mau dengar ceritaku?" iris mata itu terlihat jenaka, dengan kecantikan yang luar biasa.

Sonya hanya menatap diam perempuan itu. Ia tidak tahu harus merespon seperti apa. Ini jelas bukan dunia nyata, dan ia tahu betul bahwa dunia nyata tidak akan bisa berubah ketika lengan perempuan itu berayun. Sebuah ruangan gelap sebelumnya, berubah menjadi gazebo cantik lengkap dengan danau biru belakang kastil.

"Aku anggap itu jawaban iya. Kemarilah," ucap Diane seraya mengambil tempat di salah satu bangku yang berada di gazebo itu. "Hm, mulai dari mana ya? Apa kau punya ide?" tanya Diane dengan ekspresi bingung yang dibuat-buat.

Sonya hanya bisa mengekori, dan duduk bersebrangan dengan perempuan itu. Tidak ada kata yang dapat keluar saat ini. Ia mengamati perempuan itu, yang begitu familiar dengan wajah Elisabeth.

"Baik, mungkin aku akan mulai dari bagaimana kau bisa disini," ucapnya memulai. Sorot matanya berangsur tenang dan saat Sonya melihat iris itu yang begitu bersinar, sebuah suara lembut mengalun;

"Kau jelas mengingat kejadian pemberontakan malam itu di kamp, yang membuat seluruh prajurit kocar-kacir menanganinya dan kau tertusuk anak panah," mendengar Diane menekankan kata anak panah membuatnya kembali merasakan nyeri itu. "Tenang, tubuhmu maksudku, tubuh Elisabeth aman. Ia tidak mengalami cidera atau apapun itu yang bersifat parah. Namun, aku membuat tubuh itu tertidur sampai kita selesai berbicara.

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang