Chapitre Quarante Quatre - 44

2.2K 256 7
                                    

Alley bersyukur karena memilih gaun sewarna putih gading berpola violet miliknya ketimbang gaun marun yang dibawakan pelayan istana. Pasalnya, gaun itu hampir serupa dengan gaun milik Liliana saat ini. Wanita bersurai cokelat yang kini duduk tepat di depannya dengan senyum khas miliknya.

Suasana paginya hancur. Rasanya ia ingin meninggalkan ruang makan jika saja tidak ada raja dan ratu disana. Alley menghela napas.

"Apa kau sedang tidak enak badan, Alley?" tanya Ratu Niccola. Suaranya lembut, namun tidak dipungkiri ada nada sedih di setiap kata yang Ratu Niccola ucapkan.

Sudah tiga hari sejak Elisabeth datang ke istana dengan tidak sadarkan diri. Seluruh istana gempar, tidak terkecuali Ratu Niccola.

Alley yang saat itu datang bersama Elisabeth mendapatkan pertanyaan bertubi-tubi tentang keadaan Elisabeth. Namun anehnya, tidak ada sedikitpun memori di dalam ingatannya mengenai alasan Elisabeth tidak sadarkan diri. Bahkan ingatan perjalanannya saja ia tidak ingat. Ingatannya hanya sampai sebatas ia menunggu Arthur kala itu di rumah makan pusat kota.

Ratu Niccola juga sempat tidak sadarkan diri ketika mengetahui keadaan Elisabeth. Itu lebih membuat istana gempar. Tabib hebat didatangkan langsung dari kota untuk memeriksakan Ratu Niccola dan juga Elisabeth.

Alley tidak bisa melupakan hari itu. Seakan berita perang di benteng barat tenggelam di istana saat itu.

"Tidak, Yang Mulia. Saya baik-baik saja," balas Alley. Sup di mangkuknya masih penuh. Namun, tidak sedikitpun ia berniat untuk menyantapnya. Suasana hatinya saja buruk, bagaimana ia bisa menyantap hidangan dengan nyaman?

Ratu Niccola tersenyum lalu mengalihkan pandangannya pada Liliana. "Bagaimana kabar Ratu Maria?"

"Ratu Maria dalam keadaan baik, Yang Mulia. Beliau juga memberi salam untuk Yang Mulia Raja dan Ratu. Semoga selalu dalam perlindungan semesta."

Alley mengakui bahwa Liliana itu salah satu wanita cantik. Rambut cokelat dengan manik senada dan bibir merah adalah salah satu bentuk kecantikannya. Belum lagi wanita itu selalu bisa menonjolkan bagian tubuhnya. Wajar saja jika Arthur tertarik dengan wanita itu dibandingkan dengan dirinya.

Tetapi ia tetap membenci wanita itu. Walau sudah tidak sebenci sebelumnya. Alley memilih merelakan semuanya. Ketentraman hatinya lebih penting.

"Terimakasih. Salam untuk Raja Phillip dan Ratu Maria. Semoga selalu dalam perlindungan semesta," ucap Ratu Niccola.

Sesekali Alley melihat Liliana. Wanita itu terlihat tenang. Tidak seperti Alley yang gelisah ingin menyudahi acara basa-basi itu. Sesekali ia mengedarkan pandangannya. Beberapa bangsawan dalam parlemen ikut dalam perjamuan pagi itu, namun sedikit yang ia kenali.

Istana saat ini penuh dengan beberapa bangsawan bermalam di istana untuk membahas perang di benteng barat. Ia mendengar itu dari bangsawan yang ia temui sebelum perjamuan. Kekosongan Arthur saat ini juga menjadi pembahasan dalam pertemuan malam itu.

Arthur dan Francis tetap tinggal di benteng barat sebagai pertahanan. Alley tidak mengira bahwa Arthur, yang lebih senang berkutat pada pekerjaan istana, dapat tinggal di medan perang.

Perjamuan pagi itu berjalan lambat dan membosankan bagi Alley. Ia merasa berada di istana utama saat ini adalah kesalahan. Seharusnya ia kembali ke kastilnya walaupun itu berarti lebih dekat dengan tentara musuh. Namun, itu lebih baik daripada berada dekat dengan wanita di depannya itu.

Udara terasa dingin dan kering saat Alley mengitari taman setelah selesai perjamuan pagi. Tidak ada hal lebih baik daripada menghirup udara luar. Suasana hatinya yang buruk juga sedikit terobati dengan pemandangan berbagai tanaman dengan air mancur besar di pusat taman. Itu menyejukkan, dan ia berniat memasuki taman ketika pelayan pribadi Elisabeth menghampirinya.

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang