--Chapter ini terinspirasi dari buku The Invansion of The Tearling karya Erika Johansen Buku 1--
Matanya terbuka di ruang kecil bernuansa krem dengan aksen kayu di beberapa dinding. Di ujung pandangnya, seorang wanita dengan rambut hitam khas miliknya yang terpotong pendek serta kacamata yang bertengger di hidung tegaknya sedang berdiri menghadap papan tulis dan sesekali berbalik untuk mengarahkan pandangannya pada sekumpulan orang yang duduk dengan teratur, seperti dirinya, layaknya sebuah barisan.
"Hukum relativitas," ucap wanita itu memulai perkataannya. "Atau seperti yang kalian ketahui, bahwa itu dapat mengacu pada dimensi ruang dan waktu." Ia kembali berbalik, menggambar sebuah kurva dengan sudut tiga dimensi. "Dimana dalam fisika, ruang dan waktu adalah permodelan matematika yang mengkombinasikan ruang dan waktu menjadi satu kontinuitas."
"Kenapa Bu Nella selalu menjelaskan hal yang tidak bisa aku bayangkan," bisik Peter pada Sonya yang berada di sebelahnya.
Sonya yang mendengar perkataan Peter mendelik. "Diam Pete!" ucapnya kesal. "Kau menghalangiku untuk pintar."
Robert yang kala itu melihat adu mulut dua orang di depannya membuat ia tersenyum kecil. Peter adalah laki-laki realistis yang memandang teori itu sebagai sesuatu yang mengada-ada.
Teori itu tidak menerangkan dengan pasti dan hanya sebagai hipotesa bahwa alam semesta memiliki tiga dimensi ruang ditambah dengan waktu dan mengkombinasikan itu menjadi satu manifold.
Lalu ia sendiri juga bukan tipe yang hanya mengandalkan hipotesa, sebaliknya ia lebih menyukai melaksanakan secara nyata untuk langsung membuktikan suatu hipotesa. Maka dari itu, sendari tadi pandangannya hanya tertuju pada pemandangan taman belakang sekolah di balik jendela kelas hari itu mengabaikan penjelasan Bu Nella, dan sesekali berputar untuk memperhatikan kelas.
Dalam keheningan yang diisi oleh suara Bu Nella, hanya beberapa siswa yang masih tetap memperhatikan dengan fokus, seperti Luke, mantan juara olimpiade matematika tingkat kota yang duduk di depan bersebrangan dengan Peter, dan Sonya yang menyukai hal kosmik seperti ini.
Jarum jam berputar begitu lambat juga begitu cepat. Dua jam pelajaran selesai dengan suara bell pergantian yang berbunyi memenuhi sudut sekolah, dan seluruh siswa siap memenuhi koridor sekolah.
"Hai bung, mau taruhan lagi?" tanya Peter ketika hampir setengah siswa di kelas telah keluar untuk menuju kelas selanjutnya.
Mulutnya telah terbuka untuk menjawab ketika Sonya berbalik dan menatap dengan kilatan marah. "Kalian akan melakukannya lagi?
"Ayolah, itu hanya taruhan," ucap Peter.
"Dan taruhanmu itu hanya membuat Robert lebam."
"Oh c'mon!" ucap Robert seraya memutar bola mata, "Kita sudah pernah membahas ini." Ia sangat tahu jika Sonya masih kesal dengan pertandingan boxing yang ia mainkan sebagai taruhan bersama Peter.
"Chill, babe," ujar Peter menginterupsi sembari menyengir. "Aku tidak mengajaknya untuk kembali boxing."
"Lihat!" sahut Robert. "Kau ratunya dan aku akan berhenti taruhan dengan boxing." Lalu sebelum Sonya dapat mendebat perkataannya, ia segera berdiri dan berjalan keluar kelas dan memasuki lautan manusia yang memenuhi koridor kala itu.
Suara Sonya sayup-sayup terdengar memanggil namanya dalam keramaian, alih-alih terus membuatnya melangkahkan kaki dengan mantap menuju kelas berikutnya. Mengabaikan seluruh panggilan itu.
Ia membutuhkan ruang sendiri disaat Sonya selalu mendesaknya menghentikan kegiatan boxingnya yang menjadi hobinya itu.
Semenjak orangtuanya pergi untuk urusan kedinasan di luar negeri, Sonya seolah menjelma sebagai ibunya yang super protektif. Awalnya ia menyukainya karena sifat gadis itu yang tidak pernah memusingkan sesuatu menjadi banyak bicara mengenai hobinya yang sudah berlangsung lama itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parallel
FantasyAkibat kecelakaan yang menimpa dirinya, Sonya terbangun di tahun 1540 sebagai Elisabeth de Poitiers yang terikat pernikahan dengan Francis de Montmorency. Lalu apa yang harus Sonya lakukan? ===========================================================...