Chapitre Trente-Neuf - 39

2.4K 271 4
                                    

Terinspirasi dari film Dracula Untold

============================================================================================

"Kubiarkan di tempat aku menemukannya."

Jaemes berbalut zirah hitam berjongkok di tepi sungai seraya menunjuk sebuah helmet perak tersangkut di antara bebatuan sungai. Semua orang yang ikut kala itu hanya bisa saling pandang melihat ukiran di sisi helmet tersebut.

"Bagaimana menurutmu, Francis?" Suara Louis saat itu terdengar rendah. Berdiri diantara bebatuan besar sungai tidak jauh dari Francis, dengan irisnya menatap bergantian Francis lalu helmet itu.

Kening Francis berkerut dalam ketika ia mengenali pola rumit itu. "Bawakan padaku," perintahnya.

Jaemes yang saat itu mendengar perintah dari Francis, segera mengambil helmet itu dan membawanya pada Francis.

Francis mengambilnya lalu memutarnya untuk memastikan dugaannya. "Ini milik pengintai dari kerajaan Italy," ucapnya ketika menemukan sebuah ukiran khas milik kerajaan itu pada sisi lain helmet.

"Apa yang dilakukan satu prajurit itu di sini?" Alex yang sendari tadi berdiri di samping Louis berbicara seraya menatap Francis yang kini berjalan menuju pinggir bebatuan.

"Pengintai Italy tidak pernah sendiri. Jika ada satu, artinya banyak," ucap Francis lalu kembali berjalan menuju bibir sungai. Diberikannya helmet itu kembali pada Jaemes lalu berkata, "Alex, kau kembali ke istana bersama Jaemes. Peringatkan penjaga dan gandakan. Aku dan Louis akan kembali ke kastil untuk menggandakan di sisi barat."

"Aku tidak meninggalkan sisi barat," ucap Jeames.

Francis menoleh. Menatap Jeames sejenak, "Kau adalah perwakilanku. Aku harus tetap di sini bersama Elisabeth," ucapnya seraya menepuk pundak Jeames lalu pergi meninggalkan pria itu.


@@@


Matahari kala itu sudah di atas puncak tiang ketika Igritte membangunkannya dan membantunya bersiap dengan gaun dan riasan sederhana.

Sonya hanya berniat bermalas-malasan hari itu di taman dengan kudapan manis dan buku sejarah yang perlu ia selesaikan. Namun, hal itu terganggu dengan kedatangan Sven yang membuatnya harus mengela napas lebih panjang dari biasanya.

"Aku merasa, sepertinya Nyonya Delta tidak berniat membantuku," ucap Sonya seraya menutup buku dan mendongak. Menatap Sven yang berdiri di depannya berbalut tunik kulit sewarna cokelat gelap.

"Chasma akan kembali dari utara sebelum purnama. Itu janji beliau, milady," jelas Sven sedikit membungkuk.

Sonya kembali menghela napas. "Ya, ya," balasnya acuh. "Kuasumsikan bahwa aku harus menunggu Nyonya Delta menemuiku. Begitu, 'kan?"

"Ya, milady," balas Sven.

"Apa masih ada yang ingin kau sampaikan lagi, Sven?" tanya Sonya sembari membuka kembali buku yang sedang ia baca. "Jika tidak ada, lebih baik kau berkunjung ke area belakang. Sepertinya hari ini sedang sibuk."

"Dimengerti, milady," ucap Sven seraya undur diri.

Meninggalkan Sonya yang untuk kesekian kalinya menghela napas panjang sembari bersandar pada kepala kursi. Menatap langit biru dengan awan putih yang membentang cakrawala. Terik matahari tidak melepaskan pandangannya dari gumpalan awan putih yang berarak. Mengikuti angin berhembus. Langit disini dan langit di tempatnya serupa.

Seketika ia merindukan rumahnya. Ia merindukan ibunya, merindukan Robert dan merindukan sekolahnya. Namun sialnya, entah wadah atau apapun yang bisa membuatnya kembali ke rumahnya seakan tidak pernah ia temukan hingga Sonya merasa waktu semakin sempit dan ia tidak dapat berbuat apapun.

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang