Chapitre Quarante-Deux - 42

2.2K 276 9
                                    


Cara satu-satunya untuk mengindari Robert saat di sekolah adalah dengan bersembunyi di perpustakaan.

Robert tidak menyukai perpustakaan. Tempat sunyi dan pengap itu membuat Robert tidak nyaman. Namun, bagi Sonya ruangan itu tempat penyelamatnya. Bagaimana tidak, peluang Robert akan menyusulnya ke perpustakaan adalah 1%.

Jadi, setidaknya ia merasa aman dengan memutari perpustakaan sembari mengedarkan pandangannya pada deretan buku di rak kedua lorong 4.

Lorong bertuliskan Buku Sejarah.

Awalnya ia enggan untuk memasuki Lorong itu, sederhananya Sonya bahkan ingin melewati begitu saja Lorong itu jika tidak teringat dengan Elisabeth. Rasa penasaran mengalahkan rasa enggannya, jadi mungkin tidak ada salahnya sembari menghindari Robert, ia membaca sedikit sejarah itu.

Deretan buku itu tebal dan terlihat jarang disentuh karena beberapa bagian atas buku itu berdebu. Lagi pula siapa juga mau repot repot membaca sejarah. Tetapi Sonya di sini, mencari buku sejarah.

Beberapa beberapa buku sejarah ia lewati; seperti sejarah politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan lainnya. Namun, belum juga Sonya menemukan buku yang ia cari.

Sonya terus berjalan, menyusuri satu rak dan lainnya bahkan hingga rak paling ujung. Membaca singkat beberapa buku yang menurutnya berkaitan. Tetapi tidak satupun yang ia temukan.

Bagaimana bisa sejarah itu tidak ada? Gumamnya dalam hati.

Padahal seingatnya, ia meninggalkan kastil ketika pasukan musuh menyerang dan menghancurkan sisi timur benteng barat. Seharusnya jika itu semua terjadi, pasti tertulis dalam sejarah. Namun, Sonya hanya menemukan sejarah peperangan lain.

Sonya berputar hendak berjalan keluar dari lorong itu tatkala seorang familiar membuatnya terkejut. "Astaga! Peter kau mengagetkanku!"

Pria itu menyengir. "Apa yang kau lakukan ditempat sejarah ini?"

"Ingin menjadi wanita bersejarah," celetuk Sonya. "Minggir!"

"Robert mencarimu," balas Peter sembari membuka jalan untuk Sonya dan mengikuti gadis itu keluar lorong.

Perpustakaan lantai dua tidak ramai pengunjung, karena di tempat itu hanya ada buku-buku membosankan. Tetapi alangkah terkejutnya, Peter mendapati Sonya berada di salah satu lorong membosankan itu.

"Aku tidak ingin bertemu dengannya."

"Kenapa? Kalian lagi marahan?"

Lorong itu tidak terlalu panjang dengan enam rak saling berhadapan. Tetapi cukup membuat Peter merasa tidak nyaman dikelilingi buku jarang terjamah.

"Tidak."

"Lalu?"

"Tidak ada. Aku tidak marah atau apapun itu," jawab Sonya.

Mereka kini menuju lantai satu perpusatakaan dengan menuruni tangga dan sampai di meja kubikel tempat beberapa orang duduk di sana dengan beberapa buku berserakan di setiap kubikel itu. Sonya yang pertama duduk di sana, kemudian Peter menarik bangku hingga ia dapat duduk tepat di samping gadis itu.

"Aku tidak yakin dengan ucapanmu," timpal Peter berbisik sembari menyodorkan ponselnya dan memperlihatkan pesan dengan pengirim yang sudah bisa Sonya tebak. "Ia mengeluhkanmu seharian ini. Bahkan di chat. Aku bisa gila!"

"Abaikan saja kalau begitu."

Peter menghela napas. "Okay, begini. Aku tidak tahu apa masalah kalian berdua. Tapi kumohon, bagaimana aku bisa mengajak kencan Stacy kalau pacarmu itu menerorku terus menerus."

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang