Alley saat itu sedang menyusuri lorong dekat taman tengah ketika tanpa sengaja berpapasan dengan Liliana dan Louis.
Sepagi ini rencananya ia hanya akan memenuhi kegiatan makan pagi dan kembali bersiap untuk kembali pergi menuju daerah barat.
Setelah ia selama beberapa hari ini pergi dalam perjalanan bertemu ratu bersama Arthur, rasanya ia hanya ingin beristirahat tanpa perdebatan batin yang kini ia rasakan ketika ia melihat wanita yang selalu membuatnya kesal.
"Selamat pagi, lady Alley," sapa Louis yang saat itu memahami raut wajah Alley. "Anda terlihat sangat sibuk."
"Selamat pagi, Pangeran Louis," balas Alley mengangguk sopan. "Suatu kehormatan Anda memahami keadaan saya." Itu perkataan sopan yang bisa Alley berikan alih-alih meruntuki dirinya yang terjebak dengan keluarga kerajaan aliansi.
"Bagaimana keadaan Arthur?" tanya Liliana.
Alley terdiam sejenak. Memandang Liliana dan Louis bergantian dengan tatapan menelisik. "Dia baik. Sangat baik," jawabnya. "Saya sepertinya harus memohon maaf untuk undur diri. Ada beberapa hal yang perlu saya lakukan," seraya membungkuk sopan dan pergi meninggalkan dua orang itu tanpa ucapan balasan.
Ia harus menjauhi dua orang itu jika ia ingin kehidupannya tenang, pikirnya.
Langkahnya cepat. Menyusuri lorong, ruangan demi ruangan untuk segera menginjakkan kaki diruang milik Francis.
"Aku tidak habis pikir, kenapa dua orang itu menginap?" tanya Alley seraya duduk di kursi tengah. Membuat Francis menoleh dengan kedatangnnya yang tiba-tiba.
"Ini masih pagi, dan kau sudah menggerutu," balas pria itu.
"Jika kau ingin bercinta lebih lama dengan Liliana, setidaknya beritahu aku, dan aku akan menunda kepulangan bersama Arthur."
Francis mengangkat sebelah alisnya mendengar perkataan Alley. Ini masih pagi, dan suasana hatinya yang ia bangun sepagi ini untuk lebih baik seketika hancur ketika mendengar nama wanita itu disebut.
Itu aneh, ketika seharusnya Elisabeth lah yang menghancurkan suasana hatinya. Namun, memikirkan Liliana mau tidak mau ia memikirkan pria yang menjadi kakaknya. Francis menghela napas.
"Bisakah kau keluar dan panggil Arthur untuk menemuiku sebelum sarapan?" Ketika tidak ada jawaban dari Alley, ia kembali berkata, "Kenapa? Bukankah seharusnya kau senang jika bisa dekat dengan Arthur kapan saja?"
Itu bagi Alley adalah pertanyaan retorik yang sudah pasti jawabannya. Namun sepagi ini melihat wanita itu berkeliaran di kasti,l membuatnya enggan merasa diacuhkan kembali setelah ia berhasil menarik sedikit perhatian Arthur.
"Aku akan memanggilnya untukmu, tapi mungkin tidak akan kemari bersamanya."
@@@
Arthur mengernyit tatkala pedang kesayangannya sedikit tergores dibagian tengah mata pedang itu. Sebuah guratan dalam yang merusak kecantikan pedangnya.
Saat itu ia hendak mengambil penghalus besi di ruang dekat gudang persenjataan di ujung lorong ketika suara yang sangat ia rindukan, mengalun lembut.
"Aku berkeliling kastil hanya untuk mencarimu," ucap wanita itu. Senyumnya mengembang tatkala wajah yang menjadi mimpinya malam ini ada di depannya.
Arthur tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, ketika pedang dan penghalus itu ia jatuhkan dan segera saja menarik tubuh wanita itu. Mengungkung tubuh itu antara pilar di ujung lorong.
Aroma manis yang menguar dari tubuh wanita itu membuatnya mabuk. Memenuhinya dan membuatnya mendamba.
Liliana tahu dengan jelas bahwa ini salah. Arthur adalah cintanya yang tidak bisa tergapai, namun bahkan gairahnya mengalahkan rasionalnya ketika dengan inisiatif ia mencium bibir penuh milik Arthur. Mencecapnya seperti itu adalah hal terakhir yang bisa ia lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parallel
FantasyAkibat kecelakaan yang menimpa dirinya, Sonya terbangun di tahun 1540 sebagai Elisabeth de Poitiers yang terikat pernikahan dengan Francis de Montmorency. Lalu apa yang harus Sonya lakukan? ===========================================================...