Chapitre Dix-Huit - 18

2.9K 342 5
                                    

Hentakan sepatu baja itu terdengar menggema di dataran Loire. Panji-panjinya berkibar sepanjang jalur raja di iringi ramai gema lagu penyemangat yang memenuhi langit.

Rombongan ekspedisi terdiri dari ribuan pasukan yang berjalan beriringan dengan pakaian perang lengkap dan senjata masing-masing.

Kuda serta kereta pembawa perbekalan tidak kalah banyaknya dengan ribuan pasukan, dan itu menjadi tempat teraman bagi Sonya untuk tetap ikut dalam rombongan tanpa dirinya terlihat begitu mencolok, berdiri di sisi belakang kereta kuda pembawa perbekalan berbalut baju zirah lengkap beserta busur dan anak panah yang tersampir di bahunya masing-masing.

Baju zirah itu terbuat dari baja asli, dengan massa padat dan di pahat sempurna oleh pandai besi ternama di Paris. Benda itu bukan hanya menjadi sebuah perisai bagi tubuhnya, namun juga membuat pergerakannya menjadi sangat kaku, karena menahan ototnya untuk bergerak hingga menimbulkan gerakan aneh setiap kali ia melangkah.

Di tambah dengan kondisi dataran Loire yang sebagian adalah bebatuan terjal yang berbukit-bukit, membuat Sonya selalu meringis setiap menapaki jalan terjal bebatuan itu

Kini ia merasakan, betapa para prajurit yang dengan sukarela ikut dalam berperang dengan menggunakan baju zirah sebenernya sangatlah tidak nyaman.

Kala itu langit yang semula memancarkan cahaya kebiruan terang kini berganti menjadi semburat jingga yang kian menggelap, ketika seorang pemimpin prajurit menggemakan perintah;

"Tahan perjalanan!" serunya dari atas kuda yang ia tunggangi. Kuda itu bergerak mengikuti perintah, berjalan menyusuri rombongan panjang hingga kembali bertemu kereta kuda lainnya. "Kita akan bermalam!" teriaknya pada barisan panjang prajurit. "Dirikan tenda dan siapkan api unggun!" lanjutnya.

Beberapa prajurit kemudian memecah barisan, menuju kereta kuda milik Sonya. Membuat ia terpaksa berjalan mundur ke belakang.

"Apa yang kau lalukan?" tanya salah satu prajurit. Tubuhnya tinggi dan besar, membuat Sonya harus mendongak untuk menatapnya. "Cepat bantu menurunkan barang-barang ini!," serunya seraya memberikan sebuah kotak kayu besar berisi beberapa perbekalan yang terpaksa ia bawa.

Sonya meringis tatkala beban dari kotak kayu itu bertumpu pada lengannya, dan membuat otot pada tangannya sedikit terhimpit. Namun walau begitu, ia tetap melanjutkan membawa kotak kayu itu dan menaruhnya di dekat para prajurit lainnya menurunkan beberapa perbekalan lainnya seraya mengumpat dalam hati.

"Hei kau!"

Sonya menoleh dan mendapati seorang prajurit yang tadi menyuruhnya membawa kotak kayu, kini menghampirinya dengan membawa terpal dan kain tenda. Di belakang pria itu, dua orang prajurit mengikutinya dengan masing-masing mebawa pasak dan tali.

"Kau pasang tenda," lanjut pria itu seraya memberikan terpal dan kain tenda itu pada Sonya membuat ia kembali meringis tertahan. Dan setelahnya, prajurit itu melenggang pergi meninggalkannya bersama dua prajurit lain.

"Apa kau sedang sakit?" tanya salah satu prajurit dengan manik sewarna eboni yang menatapnya dari balik helmet. Ia prajurit yang membawa pasak, dan kini ia berjalan bersama Sonya untuk menuju tempat tenda harus dipasang.

Helmet yang juga terbuat dari baja itu berbentuk bulat melonjong, menutup keseluruhan kepalanya hingga bagian belakang lehernya. Di sambung oleh penutup bagian depan lehernya yang menutupi seluruh rahang hingga menyisahkan mata dan hidungnya yang terbuka. Helmet yang keseluruhannya dapat menutup bagian tubuh paling atasnya, juga berhasil membuat kepalanya sakit akibat tekanan yang diberikan oleh benda itu.

Sonya menggeleng, namun itu malah membuat kepalanya semakin berdenyut. "Tidak," jawabnya meringis di sela-sela suara berat yang di buat-buat. "Aku hanya sedikit belum terbiasa. Apakah Pelabuhan Mersailles masih sangat jauh?"

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang