Chapitre Vingt-Deux - 22

2.6K 318 0
                                    

Mungkin Elisabeth adalah gadis penurut. Namun, Sonya tidak.

Maka dari itu, ketika Igritte memintanya kembali atas perintah raja, Sonya hanya berbalik dan berjalan keluar tenda milik Francis tanpa meghiraukan suara-suara yang terus memanggilnya.

Memangnya siapa dia memerintah begini dan begitu, gerutu Sonya dalam hati.

Ia bahkan lebih tahu keadaan diri dan sekitarnya.

Dalam perjalanan ekspedisi, hal berbahaya hanya terjadi dalam wilayah kekuasaan musuh. Bahkan dari peta milik Francis yang sebelumnya ia lihat, wilayah kekuasaan musuh masih bermil-mil jauhnya dan terbentang oleh laut.

"Robert!" ucap seseorang membuatnya berhenti lalu menoleh dan mendapati Jack berlari ke arahnya. "Aku melihatmu bersama seorang wanita dan pria dari istana," lanjutnya setengah mengatur napas.

"Ya," jawab Sonya sekenanya, kemudian melanjutkan langkahnya tanpa berminat menjawab lebih pertanyaan pria itu.

"Apa kau bermasalah dengan mereka?"

Sonya menggeleng. "Lebih tepatnya, mereka bermasalah denganku."

"Maksudmu?"

"Sudahlah. Aku tidak ingin membahas itu sekarang," ucap Sonya malas. "Kau bisa bermain pedang?" tanyanya mengalihkan percakapan.

"Aku bisa mengajarimu," jawab Jack dengan senyumnya.

"Bagus. Aku butuh pelatih untuk itu. Ayo!" ujar Sonya dengan langsung melangkahkan kakinya menuju sebuah dataran luas yang tidak begitu terjal. "Apa disini cukup?" lanjutnya.

"Siapkan pedang anda, m'lord," ucap Jack terkekeh dengan aksen britania yang ia miliki.

Sonya tertawa. "Kau seperti pejuang inggris, Jack," timpalnya, melihat Jack dengan pedang yang telah siap dalam genggamannya.

"Koreksi," kata Jack seraya memutar pedangnya, kemudian maju untuk memutar tubuhnya ke belakang dan mengayunkan pedang miliknya seolah menangkis pedang lain. "Aku adalah pejuang Perancis," lanjutnya lalu berjalan memutar Sonya dengan pedang yang terhunus.

"Kau tipe penyerang dekat," ujar Sonya.

"Dan kelemahanku adalah jarak jauh," sambung Jack. "Aku bisa mengajarimu beberapa gaya bertarung dengan pedang. Tapi mungkin akan lebih sulit dibanding memanah."

"Aku tidak keberatan," selama ia bisa mengalihkan pikirannya dari rasa kesal setelah berdebat dengan Igritte.

"Pertama, kau harus memasang kuda-kudamu," ucap Jack yang saat itu menyentuh kakinya dengan sarung pedang miliknya. "Seperti ini," lanjutnya.

Kuda-kuda yang diberikan oleh Jack mudah dilihat, namun sulit dipraktekkan. Karena dalam kurun satu jam lebih, kuda-kuda milik Sonya bahkan dengan mudah dipatahkan oleh Jack dalam sekali tendang.

"Aw!" ringis Sonya ketika untuk kesekian kalinya, kuda-kuda miliknya patah. Membuatnya tersungkur, dan kembali terhimpit oleh zirah berat itu.

"Kuda-kudamu seperti wanita," ujar Jack yang saat itu membantunya berdiri. "Masih terlalu lembek, dan bagaimana bisa kau menggunakan pedang jika kuda-kudamu selembek keju?"

"Kakiku tidak sebesar kakimu, Jack. Pantas jika kau memiliki kuda-kuda sekuat beton," ucap Sonya kembali berdiri dan memusatkan kuda-kuda miliknya. "Kapan aku bisa belajar pedangnya?"

"Secepat setelah kuda-kudamu kokoh," balas Jack.

Sonya tersenyum. Mengikuti setiap gerakan dan arahan Jack hingga matahari mencapai puncak, sebuah suara mengintrupsi;

"Jack! Waktunya bersiap!" teriak Owen seraya berlari mendekat. Senyum pria itu melebar tatkala manik miliknya bertemu dengan manik Sonya. "Aku tidak tahu jika kau bersama dengannya," lanjutnya.

"Aku memintanya melatihku dalam pedang," ucap Sonya cepat.

"Oh."

"Kau kesini ada perlu apa?" tanya Jack seraya menyarungkan kembali pedang miliknya.

"Aku diminta Lord Francis untuk memanggilmu dan menghadapnya sesegera mungkin sebelum kita berkemas."

"Apa ada masalah?"

"Pengguna pedang diminta sebagai garda depan menuju Sicilia selain penombak."

"Benarkan?" tanya Sonya.

Ia awalnya hanya berniat mendengar tanpa ikut menimbrung pembicaraan mereka dengan membereskan anak panahnya. Namun, ketika ia mendengar perubahan formasi, setidaknya ia harus memastikan pendengarannya sekali lagi.

"Iya," jawab Owen pasti. "Aku sebenarnya juga heran, formasi hanya akan dirubah ketika tim pemanah telah banyak yang tumbang."

Entah ia mendengar keseluruhan kalimat dari Owen atau tidak, yang pasti tubuhnya bergerak sesuai perintahnya untuk melangkah cepat menuju tenda milik Francis.

Jalan terjal serta berat zirah yang menghimpit tidak membuat langkah kakinya berhenti, namun ia semakin mantap untuk melangkah melewati batu terjal serta bergelombang untuk sampai di tenda Francis.

Disana telah ada beberapa prajurit serta petinggi perang dengan jubah serta zirah layaknya ksatria yang pernah ia tonton di tv kabel.

Beberapa dari mereka berbisik, menentang keputusan sepihak yang mungkin akan merugikan pasukan.

"Perubahan formasi akan membuka celah musuh, m'lord," ucap salah salu petinggi perang. Pria itu menggunakan zirah sehitam milik Francis, namun bersepuh baja putih yang melintang di sepanjang dada dan punggungnya.

"Benar, m'lord," ucap pria di sebelahnya, dengan zirah baja keperakan. "Formasi sebelumnya adalah formasi atas persetujuan Yang Mulia Raja."

"Aku adalah komando disini." Suara Francis adalah suara khas yang akan selalu Sonya ingat. Dalam suara baritone yang mengintimidasi, Francis mampu membungkam seluruh petinggi. "Aku bisa mengubah formasi tanpa persetujuan Yang Mulia Raja."

Bagi Sonya, mendengar suara Robert saat marah akan sangat menakutkan baginya, karena hampir tidak pernah Robert menggunakan nada serendah itu saat bersamanya, kecuali hal-hal tertentu. Namun lain halnya ketika mendengar suara Francis yang begitu dalam dan mengintimidasi. Bukan perasaan takut, namun ia merasa ada getar dalam suara itu, yang membuat Sonya bertanya.

"My lord," ucap Sonya seraya memberanikan diri untuk melangkah maju.

Beberapa prajurit menoleh. Pria dengan zirah hitam serta keperakan pun ikut menoleh, memperhatikannya seakan ia telah mengintrupsi rapat dewan besar.

Manik abu-abu itu bertemu dengan maniknya. Menatapnya dalam sebelum memutus tatapan mereka dan berucap, "Tolong tinggalkan kami."

Lalu dalam diam, satu persatu undur diri. Menyisakan mereka berdua dalam tenda merah milik Francis.

Sonya yang pertama kali mengambil kursi dan duduk di depan meja kerja milik Francis. Zirah yang berat dan menghimpit sangat menguras tenaganya.

"Apa ini tentang aku yang bersikeras dalam barisan pemanah?" tanya Sonya. Ada jeda diantara mereka, sebelum ia kembali berucap, "Jika ya, aku akan kembali."

Secepat angin berhembus, dan secepat pula Sonya mengubah keputusan awal.

Ia tidak mengerti bentuk formasi dan segala macam tentang perang, namun bukan hal yang baik untuk perubahan formasi mendadak. Ia tidak akan bertindak egois untuk tetap bertahan walau ia akan dikatakan sebagai remaja labil.

"Apa aku harus selalu mengambil risiko untuk membuatmu patuh?" tanya Francis. Manik abu-abu itu mengunci Sonya, menatapnya dalam.

"Kau hanya perlu memintaku baik-baik tanpa perintah," balas Sonya. Manik birunya tetap menatap manik itu, tidak melepas sedikitpun pandangannya.

Francis tersenyum. Pandangan matanya melunak;

"Kau semakin mirip dengannya, El."



à suivre ....

(to be continued ....)

04 Januari 2019

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang