Chapitre Vingt-Six - 26

2.6K 301 0
                                    

Yash! Malam ini langsung 2 part ahahaha

Check this out, and don't forget to vote and comment! :))

============================================================================================

Matahari mulai tenggelam, menyisakan garis gelap awan yang dipuncaki ungu semburat jingga kala Liliana duduk di taman istana bermandikan cahaya langit sore. Gaun tidur berlengan pendek sewarna pastel itu telah menemaninya seharian, tanpa sedikitpun berubah. Tatapan kosongnya selalu memandang ke depan pada sebuah patung pahat di tengah taman.

Patung itu adalah seorang dewi dengan gaun indah yang menjuntai. Sorot matanya sendu dan dimata Liliana, dewi itu menampilkan sorot yang tidak terdefinisikan seraya membawa bunga indah kesukaannya.

Sama halnya dengan perasaannya kini. Perasaan yang tidak tergambarkan itu menerjangnya. Memenuhinya dengan kesedihan dan dilema.

Francis jelas adalah seseorang yang memenuhi sebagian kesedihan itu. Selama beberapa hari, pria itu menyuruh kepala pelayan untuk mengusirnya. Memintanya untuk memahami kondisi Elisabeth yang sedang sekarat. Persetan! Francis tidak pernah mencintai dan menyentuh perempuan itu. Kenapa ia harus mengalah dengan perempuan itu?

Bahkan jika ia menerjang ruangan Francis dengan keadaan telanjang, pria itu akan selalu siap melahapnya. Memenuhi dirinya dengan cumbuan dan kehangatan cintanya. Dan betapa ia merindukan setiap sentuhan pria itu pada setiap jengkal tubuhnya. Ia bisa bergairah dengan hanya berfantasi.

Namun, hal itu sirna ketika ia mengingat pria lain. Pria yang ia cintai sebelum ia mencintai Francis. Pria dengan hasrat dan gairah yang memabukkan dan menjadi candu baginya. Pria yang selalu mengatakan hal sensual padanya, namun ia menyukainya. Kasihnya pernah hampir menemukan ujung, namun terkalahkan oleh politik.

Perlakuannya selalu berbanding terbalik dengan perlakuan Francis yang begitu lembut. Tapi pria itu mampu membuatnya menikmati berbagai macam puncak kenikmatan. Dan kini pria itu, mencoba kembali padanya secara rahasia.

Ia berharap dapat menerimanya secara terbuka dan menerima segala konsekuensi. Namun, ia hanya bisa menjadi seorang jalang yang berhasrat tanpa kesepakatan.

"My lady, di sini terlalu dingin untuk anda. Silakan masuk," suara seorang dayang memenuhi pendengarannya. Membuatnya menoleh dan mendapati pria bersurai hitam berdiri di belakang dayang itu. "Tuan Alexander meminta untuk menemui Anda."

Liliana menatap tanpa minat lelaki itu lalu kembali menatap semula patung dewi. "Aku akan masuk setelah ini," jawabnya.

"Bukankah sangat disayangkan jika tubuh sintal itu nantinya panas bukan karena gairah?" ucap Alexander provokatif.

Biasanya Liliana akan menerjang dan menampar pria yang berkata tidak sopan itu, namun kali ini tubuhnya tidak bergerak untuk melakukan atraksi yang menguras tenaganya. Sebaliknya ia hanya berkata, "Peduli apa kau dengan tubuhku?"

Sebelum Alexander berkata, "Aku begitu peduli dengan tubuhmu, sampai ingin memenuhinya," ia telah lebih dulu menyuruh dayang yang mengantarnya untuk kembali dan membawakan selimut untuk Liliana. "Dan merasakan kehangatan tubuhmu. Namun, jika sampai nanti kau masih disini, mungkin aku masih bisa menerima sedikit kehangatan itu hilang."

Itu adalah kata tidak senonoh yang membuat dadanya bergemuruh. Tubuhnya menghangat, dan gerakan berdirinya yang tiba-tiba membuat tubuhnya kurang keseimbangan. Jika saja saat itu tidak ada seseorang yang menahan tubuhnya, ia mungkin sudah terjatuh dan melukai engsel kakinya.

"Sudah kubilang, aku begitu peduli dengan tubuh ini," ucap pria itu, ketika Liliana mendorong pria itu menjauh darinya.

Ia berharap pria itu tidak merasakan tubuhnya. Gaun yang ia kenakan terlalu tipis, tanpa baju dalam yang melapisi. Seakan membuat ia telanjang dalam dekap pria itu. "Aku bisa menuntutmu untuk perlakuan kurang ajar terhadap putri kerajaan aliansi."

Pria itu tertawa. Tidak ada yang bisa ia nikmati selain berada di dekat wanita yang kini telah memenuhi hatinya. "Kau takut aku merasakan tubuhmu?" tanya pria itu menyentuh dagu Liliana seraya mendekatkan wajahnya.

Liliana membulatkan matanya dengan geram. "Aku tidak menyangka, adik Raja bisa menjadi sekurang ajar ini," sindirnya. "Apa kau lupa, tubuh dan hati ini milik keponakan-iparmu?"

"Aku tidak pernah lupa itu. Dan aku juga tidak pula mengingat bahwa kau dan dia sudah mengikat hidup dengan janji. Apa aku salah ingat?"

Perkataan itu menjadi puncak amarah Liliana. Membuatnya mengayunkan lengan, untuk memukul pria itu. Namun, itu membuatnya masuk dalam rengkuhan pria itu. "Jika aku mau, aku bisa membuatmu telanjang dan memohon untuk disetubuhi sekarang juga. Namun, aku pria terhormat yang harus menjaga wanitanya dalam hal apapun. Ingat itu," bisiknya seraya mencium Liliana dan kemudian melenggang pergi meninggalkan Liliana dengan bibirnya yang terasa berdenyut.

Akh! Sialan!

@@@

"Minggu pagi aku akan pergi menemui Ratu," ucap Alley saat jamuan makan malam bersama Arthur dan Francis.

Di meja makan panjang yang terasa sepi itu terhidang makanan yang selalu Alley suka, yaitu daging madu.

"Aku tidak bisa mengantar," ucap Francis menimpali. Biasanya jika itu berkaitan dengan Istana Utama, ia akan ikut dan bertemu dengan Raja untuk mendiskusikan beberapa hal. Namun untuk saat ini prioritasnya adalah menjaga Elisabeth.

Setelah Elisabeth diberikan perawatan di Istana Utama selama 10 hari, akhirnya Francis meminta untuk Elisabeth dipindahkan ke kastil dengan perawatan ekstra yang sudah disediakan. Karena, itu membuatnya lebih leluasa dalam menjaga Elisabeth dibandingkan di Istana Utama.

Dan tepat seminggu setelah kepulangan seluruh rombongan ke kastilnya, Elisabeth belum sadarkan diri. Padahal tabib istana sudah menyatakan bahwa racun telah keluar sepenuhnya dari tubuh perempuan itu. Namun entah mengapa, seperti Elisabeth sendiri enggan untuk bangun kembali. Mungkin perempuan itu lelah, selama ini selalu mendapat perlakuan buruk darinya. Hal itu membuat Francis selalu menyalahkan diri sendiri.

Andai saja....

"Kau bisa pergi dengan kereta kuda istana. Jika kau mau," timpal Arthur. Lelaki itu mengenakan tunik kasual sewarna hijau lumut. "Ada hal yang tidak bisa kutinggalkan."

"Begitu?" ucap Alley dingin. Itu sudah seminggu setelah kembali ke kastil, dan pria di depannya itu menjauhinya. Bahkan ketika ia meminta malam intim, pria itu menolak dengan dalih pekerjaan. Memang seberapa banyak pekerjaan pria itu?, pikirnya menggerutu. "Kalau begitu, aku tidak jadi," katanya final.

Akan lebih baik begitu. Mengingat si Jalang-Liliana itu selalu datang kemari. Ia tidak ingin Arthur semakin dekat dengan Jalang-Liliana itu.

"Bukankah Ratu memanggilmu karena ada sesuatu yang akan dibahas?" tanya Francis seraya memotong daging dan memasukkannya kedalam kunyahan.

"Tidak seperti itu," balas Alley dan dibalas berdehem oleh Francis. "Aku akan mengatakan permohonan maaf melalui surat."

"Terserah kau saja." Setelahnya Francis menyudahi makan malam dan berjalan keluar, meninggalkan Alley dan Arthur yang siap menyudahi jamuan makan.

Sebelum Arthur berdiri, Alley berkata, "Apa kau masih suka bertemu Nona Liliana?"

"Apa urusanmu," jawab Arthur dingin.

"Aku butuh keterbukaanmu, walaupun itu sulit aku terima. Namun, akan aku coba," balas Alley seraya menyudahi jamuan makan malam dan berjalan keluar menuju kamar pribadinya.

Bintik batu itu bersinar kala Alley membuka gorden kamarnya dan memenuhi kamarnya dengan cahaya bulan. Batu lonjong itu mengingatkannya pada perkataan seorang wanita tua akan cinta yang harus ia tolong.

Siapakah cinta yang harus ia tolong?



à suivre ....

(to be continued ....)

01 April 2020

============================================================================================

Tanpa di edit. Mohon maaf, kerja target selesai wkwkwkwk

Ciao!

Myeshaline

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang