"Dimana Lady Elisabeth?"
Suara itu -walau sayup-sayup, terdengar jelas dipendengarannya. Suara berat agak serak milik Louis yang kini ia sangat kenali datang bersama dengan ketukan pintu di paginya yang masih terasa sangat berat untuknya, karena semalam ia terjaga cukup lama bersama Francis.
Tidak ada pembicaraan menarik, hanya ucapan terimakasih dengan respon dingin, namun begitu Francis tidak mengusirnya pun meninggalkannya seperti biasa lelaki itu lakukan, alih-alih dia sibuk membersihkan dan memberi makan kuda hitam miliknya.
Suasana saat itu pun terbilang hening dengan hanya suara ringkikan kuda di istal yang saling bersahutan.
Namun entah mengapa ia menyukai keheningan itu bersama Francis, hingga udara yang semakin mengigit kulitnya menandakan malam yang semakin larut dan ia menyudahi waktu. Lalu beranjak dari istal menuju kamarnya yang telah disiapkan oleh Igritte.
"Mohon menunggu, My Lord," jawab Igritte setengah membungkuk. "Nyonya Elisabeth akan siap sebelum sarapan."
"Sampaikan padanya, aku menunggunya di bawah," lalu dengan itu Louis pergi meninggalkan kamar yang ditempati Sonya.
Ia berjalan menyusuri lorong pendek dan berbelok untuk menuruni tangga. Pagi itu rumah makan sekaligus penginapan yang ia tempati sudah sangat ramai dipadati oleh para prajurit berbalut baju baja dengan lambang kota masing-masing dan beberapa pedagang juga pengelana. Mereka memenuhi meja makan umum disemua tempat, hingga Louis harus memutar pandangannya untuk mencari Joran dan Albert yang lebih dulu turun untuk sarapan.
Bukan dua pengawalnya yang ia temukan, alih-alih ia mendapati Francis telah terduduk di meja yang berada di ujung-tengah ruangan dengan penghalang setengah tembok. Tanpa pikir panjang, ia melangkahkan kakinya menyusuri ruang makan dan berjalan menuju meja dimana Francis berada.
"Aku mendengar jika Italia telah bergerak," kata Louis membuka obrolan ketika ia mengambil posisi duduk didepan lelaki itu.
"Hm," gumam Francis. Ia lebih memilih tidak mengacuhkan lelaki itu dan melanjutkan sarapan paginya.
Louis tertawa menanggapi itu. "Bukankah seharusnya seorang Panglima ikut dalam rapat mendesak yang akan diadakan di Istana Utama?" tanyanya seraya mengangkat tangan, "Bisa tolong bawakan aku daging panggang itu?" pada seorang perempuan yang sedang membawa baki berisi makanan siap hidang.
Perempuan itu berjalan menghampirinya, dan memberikan sepiring daging panggang dengan lumeran madu yang diberikan setelahnya. Harum daging itu sangat berbau rempah-rempah dengan campuran khas madu yang menyengat dihidung. dan itu membuatnya seketika lapar.
"Terimakasih," ucap Louis dengan senyum manisnya.
Perempuan yang diberikan senyum itu tersipu malu. Wajahnya sedikit terlihat memerah dipipi tirusnya yang pucat. Louis semakin tergelak.
"My Lord," ucap si perempuan menyudahi dan kembali meninggalkan dua lelaki itu untuk memberikan daging untuk lainnya.
"Maaf aku terlambat."
Sebuah suara lembut dengan aksen khas menyapa dua orang laki-laki yang tengah sibuk menyantap sarapan mereka.
Louis yang pertama kali menoleh, dan melihat perempuan didepannya yang telah terbalut gaun berwarna putih gading dengan corak dedaunan yang terjalin memutari seluruh gaun, menciptakan pola unik yang cantik dan pas ditubuh mungil milik perempuan itu. Tidak lupa jalinan rambut yang dibuat tidak begitu tinggi namun juga tidak begitu rendah, terjalin rapih dibelakang dengan sebuah jepit rambut berbentuk bunga sebagai penyangga.
"Kau seperti bunga, My Lady," puji Louis membawa Francis menolehkan pandangannya pada perempuan yang lelaki itu puji.
Manik abunya bertemu dengan manik biru langit yang sangat ia kenali, menatapnya dalam seraya tersipu hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parallel
FantasyAkibat kecelakaan yang menimpa dirinya, Sonya terbangun di tahun 1540 sebagai Elisabeth de Poitiers yang terikat pernikahan dengan Francis de Montmorency. Lalu apa yang harus Sonya lakukan? ===========================================================...