Chapitre Vingt-Trois - 23

2.6K 313 3
                                    

Matanya terbuka dalam dunia abu-abu pekat di ujung pandang, dengan udara dingin mengigit datang bersama hembusan angin. Menerbangkan tiap helai surai emas miliknya yang tidak tertutup.

Baginya, kenikmatan hujan akan sangat menyenangkan jika saja bukan dalam keadaan dirinya yang tersandar lemah di bawah pohon rindang hutan Tours.

Sebuah ringisan sesekali lolos dari bibir mungilnya ketika cairan kental hangat merembes dari sisi kiri bawah dadanya, dimana sebuah sayatan panjang dan dalam tercetak disana.

Dalam keterbatasan gerak, manik sewarna biru langit itu berputar. Menatap seorang gadis pemilik surai kecokelatan dengan manik serupa miliknya seraya tersenyum lemah. "Kau harus lari," ucapnya parau.

Wajah gadis pemilik surai kecokelatan itu sangat pucat, dengan setengah bagian gaun atasnya telah sobek dan sanggul yang telah rusak. "Tidak, Di. Aku tidak akan meninggalkanmu," balas gadis itu dengan gelengan kuat.

Ringisan itu kembali lolos dari bibir mungilnya berusaha menahan rasa sakit akibat luka itu. "Tolong ...," ucapnya lemah. "Atau kita–" perkataannya terputus ketika sebuah suara benturan tapal kuda terdengar. "Cepat, El," lanjutnya seraya mendorong lemah gadis di sampingnya itu. Memberikan penegasan sekali lagi untuk gadis itu pergi meninggalkannya dalam dunia yang mulai menggelap.

Ia harus bertahan sedikit lagi, pikirnya.

"Cepat, El," tegasnya dengan suara yang kian melemah. "Atau kau akan membuatku melakukan hal yang sia-sia."

Sedikit lagi.

Manik serupa itu menatapnya dalam diam. Memperhatikannya dengan air mata yang kian membendung, sebelum gadis itu mengusap matanya kasar dan berkata;

"Selamat tinggal, Diane."

Ia tersenyum samar membalas ucapan milik gadis itu.

Lalu dengan suara benturan tapal kuda yang kian mendekat, tubuh gadis pemilik surai kecokelatan itu berdiri, dan berbalik untuk melangkahkan kakinya menjauh. Meninggalkannya yang tengah menatap kosong kepergian gadis itu, sebelum dunia abu-abu itu menggelap dan menyudahi rasa sakit menjalar di setiap ujung tubuhnya.

@@@

"Argh!"

Manik sebiru langit itu terbuka. Menatap nyalang sekeliling. Menemukan kain merah yang membalutnya membentuk sebuah ruangan. Di samping matras miliknya, gadis pemilik surai hitam terbaring dengan mata terpejam.

Sonya terduduk seraya mengusap sembarang wajahnya. Menghembuskan napas kasar dan membuat dirinya tersadar dari mimpi buruk yang baru saja ia alami.

Mimpi yang seharusnya bukan miliknya, dan menjadi mimpi terburuknya. Betapa rasa sakit itu nyata, melintang dan mengeluarkan cairan pekat hangat di sisi kiri bawah dadanya.

Sepertinya ia butuh udara segar, pikirnya.

Lalu dengan perlahan Sonya turun dari matras miliknya. Mengambil jubah kusam milik Igritte dan berjalan keluar menyibak tirai tenda miliknya.

Udara di luar cukup dingin, dengan hembusan angin pelan. Menerbangkan surainya yang tidak tertutup.

Seharusnya ia takut, jika sewaktu-waktu seseorang memergokinya sebagai Elisabeth dan bukanlah Robert si prajurit. Namun, langkah kakinya enggan menuntunnya kembali dan terus melangkahkan kaki mungil itu menjauh. Menuju sebuah sungai tidak jauh dari tenda.

Sungai itu beriak dangkal dan tenang, memantulkan cahaya rembulan dengan bersinar begitu terang.

Dalam keheningan menenangkan, sesuatu terlintas dalam ingatannya. Kilasan jelas senyum milik Francis serta ingatan lain yang terus berputar. Seperti kaleidoskop yang tidak pernah berhenti. Ia tidak tahu kilasan itu milik siapa. Elisabeth atau Diane, dan hal itu membuat kepalanya penuh dan pening.

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang