Chapitre Douze - 12

4K 441 5
                                    

- Chapter ini sangat terinspirasi dari buku Game of Thrones oleh George R. R. Martin, Clash of Kings bab Sansa -

Seharusnya ia tidak menolak ketika Francis mengajaknya untuk memutar kembali perjalanannya menuju istana utama jika ujung-ujungnya tetap ia harus pergi kesana demi sebuah wadah -yang bahkan wadah itu sama sekali ia tidak ketahui bentuk ataupun rupanya. Perjalanannya seperti sia-sia, dan terlihat hanya berputar-putar memakan waktunya yang kian menipis. Karena bulan purnama hanya terpaut beberapa minggu dari hari ini.

Butuh waktu sehari penuh untuk mencapai istana utama dalam perjalanannya yang di mulai pagi-pagi sekali. Tidak ada pembicaraan sepanjang perjalanan yang terkesan buru-buru itu, dan ketika Sonya langsung diminta menuju paviliun milik Elisabeth untuk beristirahat sebelum esok menemui raja dan ratu bersamaan dengan festival yang akan diadakan istana utama, rombongan itu berpisah dengan tenang.

Pagi harinya, cuaca di hari Festival Panen yang di adakah istana utama saat itu sangat cerah, dengan awan tipis yang berarak tertiup angin. Sonya tengah berdiri di depan sebuah jendela besar di kamar milik Elisabeth dengan gaun sewarna cokelat berornamen emas disetiap sisinya, mengamati keramaian istana dari tempatnya berdiri ketika Louis datang dan menyapanya;

"Pagi, M'lady." Louis tersenyum tatkala melihat Sonya dalam balutan gaun cokelatnya. "Kau terlihat begitu menawan pagi ini."

"Igritte yang merias dan memilih pakaianku," sahut Sonya. "Apa yang membuatmu datang sepagi ini, my lord?"

"Seluruh istana menunda pertandingan hanya untuk menunggumu," ucap Louis seraya terkekeh pelan sembari berjalan mendekat dan mengangsurkan tangannya. "Mari, my lady."

Sonya yang tidak memiliki alasan untuk menolak, hanya dapat menyambut lengan lelaki itu dan membiarkan lengan itu membawanya keluar kamar.

"Bagaimana tidurmu?" tanya Louis membuka pembicaraan.

"Lumayan. Aku dapat terbiasa," jawabnya. "Bagaimana denganmu?"

"Semalam setelah kau memutuskan untuk langsung pergi ke kediamanmu, aku diajak beberapa panglima untuk membahas mengenai rencana ekspedisi besar yang akan dilakukan beberapa prajurit."

Sonya menoleh. "Maksudmu seperti mencari harta karun?"

Louis terkekeh. "Tidak. Ini seperti merebut wilayah terjajah."

"Benarkah? Mengerikan," komentar Sonya.

"Ya Dan kau harus siap merelakan nyawa untuk merebut kembali wilayah terjajah itu."

"Aku tahu. Aku sering melihatnya," ucap Sonya santai.

Itu kebenaran, karena ia memang sering melihatnya di TV ketika Joe -ayahnya, sedang menonton acara yang menampilkan penjajahan dan peperangan perang dunia.

"Kau sering?" tanya Louis ragu. Keningnya berkerut tatkala Sonya menolehkan pandangannya dan menyengir.

"Tidak. Maksudku aku pernah mendengarnya," ucap Sonya. Ia tidak mungkin mengatakan sebenarnya. Bahkan TV saja belum ada di jaman ini. "Dari Francis," lanjutnya asal.

Dan setelahnya mereka berjalan dengan menimpali perkataan satu sama lain, tertawa dengan gurauan masing-masing menyusuri lorong dan serambi-serambi besar dengan jendela yang menggantung.

"Kalung?" tanya Sonya di tengah-tengah tawanya.

"Ya," jawab Louis. Ia mengangsurkan kalung berbandul mawar itu di atas telapak tanganya. "Kau mau memakainya?"

"Kalung yang membuat dirimu dan Francis beradu pukulan?" tanya Sonya kembali seraya mengerutkan kening.

"Hanya kesalahpahaman," ucap Louis asal. "Ini sangat cocok dengan gaunmu. Kau mau memakainya?" tanyanya lagi.

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang