Chapitre Trente-Cinq - 35

2.6K 317 28
                                    

"Sepupu, bagaimana bisa kau melewatkan permintaanku?"

Siang itu matahari telah berada di puncak tiang ketika Alley menerobos ruang kerja milik Francis dengan membawa surat berisi penolakan permintaannya.

Tidak ada yang membuat Alley lebih geram dibandingkan dengan pernyataan yang tertulis dalam kertas perkamen kuning kusut itu. Padahal ia hanya ingin terlepas dari beban batinnya dengan melakukan pembatalan pertunangan itu. Namun, bahkan sepupunya menolak permintaannya dengan melewatkan itu menjadi penolakan.

"Pembatalan pertunanganmu bisa membuat ketidaksatabilan dalam parlemen. Kau paham itu," ujar Francis sembari melanjutkan kegiatannya membalas surat-surat permohonan yang akhir-akhir ini semakin banyak. Bahkan dua hari ini ia melewatkan kebersamaannya dengan Elisabeth demi menyelesaikan surat-sialan ini. "Aku akan membuatkan surat permohonan lain ketika keadaan sedikit membaik."

"Aku sudah membicarakan ini dengan kedua orang tuaku," kata Alley seraya berjalan menuju bangku depan meja kerja Francis. "Mereka mendukungku bagaimanapun resikonya." Lalu memposisikan dirinya duduk di bangku itu.

"Mereka akan selalu mendukung apapun keputusanmu, Alley," timpal Francis. "Tapi aku tetap harus melindungi keluarga kita. Jadi tunggulah beberapa waktu."

Suasana hati gadis itu buruk. Ia tidak menyangka jika terlepas dari Arthur akan sesulit itu. "Jadi selain menunggu, bisakah aku kembali kerumah?"

"Tidak," balas Francis. "Berdamailah dengan Arthur."

"Kau gila?!" ucap Alley setengah berteriak. "Kau menyuruhku berdamai dengan pria brengsek itu?!" Ia tidak mengerti jalan pemikiran Francis yang kini semakin dekat dengan Elisabeth. Apa ini salah satu keinginan Elisabeth?

"Okay, dengarkan aku," kata Francis seraya menghentikan kegiatannya membalas surat dan memusatkan perhatiannya pada gadis di depannya itu. "Aku mengerti perasaanmu ketika mengetahui Arthur bermain dengan Liliana. Anggap saja aku merasakan hal yang sama seperti posisimu saat ini. Tapi berpikir realistis, Arthur memegang parlemen saat ini, persetujuan ekspedisi berada ditangannya. Jika ia menyetujui maka aku bisa kembali merebut tanah Sicilia. Namun, jika lelaki itu menolak, mungkin gelarku akan dicabut dan aku tidak bisa menolongmu," jelasnya seraya menyandarkan punggungnya. Melipat kedua tangannya di dada dan melanjutkan, "Jadi menurutmu, apa yang harus kau pilih?"

Suasana hati gadis itu semakin buruk. Iris cokelatnya menatap sengit Francis. "Kau membuatku seolah tidak melihat apa yang dilakukan si brengsek itu, begitu?"

Francis tersenyum miring. "Tidak. Aku tidak menyuruhmu seperti itu. Kau boleh tidak bertemu dengannya untuk saat ini. Namun, pembatalan pertunanganmu akan ditunda sampai setidaknya ekspedisi kedua telah diputuskan."

Alley sudah tidak dapat berkata apapun kecuali makian untuk pria di depannya itu. Pria itu adalah sepupunya, tetapi bahkan kendali hidupnya ada di pria itu. Walau bagaimapun, Francis tetaplah seseorang yang menyokong keberadaannya di pergaulan kelas atas bahkan bersama ratu. Jadi yang dapat ia lakukan adalah menerima seluruh keputusan pria itu.

Alley menghela napas. "Beri aku setidaknya kamar yang jauh dari kamar pria itu."

"Aku akan meminta Christer menyiapkan kamar baru untukmu," ucap Francis seraya kembali memulai pekerjaan yang sebelumnya tertunda. "Dan satu hal lagi, cobalah sesekali kau berbincang dengan Elisabeth. Dia selalu berada di taman saat siang."

Alley diam tanpa menjawab perkataan Francis dan berjalan keluar dari ruang kerja meninggalkan Francis dengan kerutan kening.

Langkah pelannya membawanya pada ruang perpustakaan. Itu adalah tempat satu-satunya yang dapat ia datangi selain kamarnya.

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang