"Hallo Sony!"
Sonya membekap mulutnya seraya menahan napas tatkala ia membenarkan seluruh penglihatannya bahwa perempuan yang ia lihat adalah Nyonya Delta. Perempuan paruh baya yang tinggal hanya berbeda tiga rumah dengannya.
"Bagaimana kabarmu, nak?" tanya Nyonya Delta sembari tersenyum. Sebuah guratan terlihat dipelipisnya. Matanya bahkan memancarkan keteduhan yang mulai memudar.
"Sungguh ini kau, Nyonya Delta?" jawab Sonya dengan sebuah pertanyaan kepada dirinya sendiri untuk menyakinkan kenyataan yang ada dihadapannya saat ini. Ia mungkin saja berhalusinasi atau bermimpi melihat Nyonya Delta berdiri tidak jauh dari ia berdiri saat ini.
Perempuan paruh baya itu tertawa. "Apa aku terlihat seperti orang lain?" tanyanya.
"Tidak," jawab Sonya. Ia tidak akan salah mengenali Nyonya Delta, karena itu Sonya dengan pasti mengejar perempuan paruh baya itu hingga bibir hutan saat ini. "Hanya saja ...," ucapnya mengambang. Kepalanya seketika dibanjiri oleh seluruh pertanyaan yang selama ini terpendam dan tidak sekalipun ia utarakan, dan pertanyaan itu seakan berlomba berlari untuk dipuaskan dengan jawaban pasti mengenai dirinya.
Nyonya Delta berjalan mendekat seraya mengusap lembut bahu Sonya. "Aku tau apa yang ingin kau tanyakan," ucapnya.
Perkataan Nyonya Delta setidaknya menyulut sesuatu dalam otak Sonya hingga ia mengeluarkan pertanyaan yang bahkan tidak pernah terpikir oleh Sonya sebelumnya. "Kau mengenaliku, Nyonya Delta?"
Nyonya Delta tertawa. Ia dapat merasakan kebingungan terpancar dari sorot manik sebiru langit itu. "Tentu aku mengenalimu, Sayang," ucapnya. "Aku akan selalu mengenalimu dimanapun kau berada."
"Maksudmu?"
"Kau memiliki mata terindah yang pernah dimiliki seorang perempuan yang pernah kukenal. Bagaimana aku bisa melupakannya?" tanya Nyonya Delta retorik.
Terdapat jeda diantara mereka. Waktu seakan berputar lambat ketika mereka menatap satu sama lain menilai-nilai kesempatan yang dapat mereka ambil.
Tidak dipungkiri jika Sonya sangat bahagia bisa melihat Nyonya Delta, yang itu berarti kesempatan ia dapat kembali ketubuh aslinya akan semakin jelas. Ia bahkan tidak peduli dengan urusan Elisabeth dan Francis. Hal yang menjadi prioritas utamanya saat ini adalah untuk kembali. "Kau bisa membantuku pulang, Nyonya Delta?" tanya Sonya dengan harapan menggantung.
"Tidak," jawab Nyonya Delta dengan yakin, membuat Sonya kehilangan harapan itu. Harapan dirinya untuk kembali. "Tapi jiwa lainmu bisa."
Manik sebiru langit itu terbuka lebar, menampilkan kilatan harapan yang terbendung dalam indahnya manik itu. "Benarkah?"
Nyonya Delta menaggguk kecil. "Ya," jawabnya. Ia kembali memegang pundak Sonya seraya bekata, "Pergilah ke Nimes dan temui aku...," ucapnya dengan pandangan mata yang tertuju kearah belakang, membuat Sonya mau tidak mau juga menolehkan kepalanya. Francis beserta 3 prajurit berjalan cepat kearahnya dan menatap tajam dirinya tanpa sedetikpun melepaskannya. "...karena kita tidak bisa mengobrol banyak kali ini," ucap Nyonya Delta terakhir sebelum genggaman tangan dipundak Sonya menghilang membuat ia membalikan pandangannya dan mendapati di depannya telah kosong.
Refleks ia berlari mendekat bibir hutan dan meneriakkan nama itu. "Nyonya Delta!"
"Elisabeth!" teriak Francis di sisi lain seraya mempercepat langkahnya ketika ia melihat Elisabeth berlari mendekati hutan. Sebuah perintah yang diberikan Francis membuat salah satu prajurit berlari mendekat dan menarik jauh Sonya dari bibir hutan itu.
"Kau! Apa yang kau lakukan?" tanya Sonya seraya menghentakkan lengannya yang digenggam erat oleh salah satu prajurit. Ia menatap tajam sambil memundurkan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parallel
FantasyAkibat kecelakaan yang menimpa dirinya, Sonya terbangun di tahun 1540 sebagai Elisabeth de Poitiers yang terikat pernikahan dengan Francis de Montmorency. Lalu apa yang harus Sonya lakukan? ===========================================================...