Chapitre Quarante-Huit - 48

2.4K 287 12
                                    

Igritte hampir saja berhasil menyelinap keluar kastil, jika saja Lisa tidak memanggilnya dengan heboh dan menimbulkan kerumunan beberapa pelayan.

Padahal Christer sudah memperingatkannya agar keberadaannya tidak diketahui Tuan Duke. Namun, itu semua terlambat ketika Tuan Arthur memanggil namanya.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Tuan Arthur. Di sebelahnya berdiri Tuan Duke berbalut baju besi dan cape.

Pedang tersampir di pinggang kiri pria itu. Mengintimidasi Igritte dengan manik abu-abu miliknya. Sulit untuk berhadapan dengan Tuan Duke tanpa Lady Elisabeth, pikirnya.

"Hormat saya pada Tuan Arthur dan Tuan Duke," salam Igritte seraya membungkuk. Beberapa pelayan lain juga melakukan hal sama. "Mohon izin menjawab, Tuan. Saya di sini untuk mengambil beberapa barang Lady Elisabeth yang tertinggal."

Arthur mengernyit mendengar penuturan gadis pelayan di depannya itu. Sepengetahuannya, seluruh pelayan baik itu milik Elisabeth ataupun Alley, sudah mendapatkan izin untuk meminta salah satu prajurit istana mengantar atau mengambil barang selama masa perang.

"Lalu barang apa yang tertinggal?"

Igirtte sudah pasti tidak bisa menjawabnya. Ia bahkan juga tidak membawa satu barang apapun jika berniat untuk berbohong. Padahal ada kemungkinan ia bertemu dengan seseorang disini. Pelayan lain juga hanya terdiam tidak membantu.

Igritte masih terdiam ketika Francis berkata, "Kau meninggalkan Elisabeth?"

Suaranya sangat rendah. Igritte hampir yakin Tuan Duke akan memenggalnya jika mengetahui Lady Elisabeth tidak sadarkan diri.

"Saya meminta Mil untuk menggantikan saya mengurus beberapa keperluan Lady Elisabeth ketika saya kemari, milord," jelas Igritte. Suaranya harus ia pertahankan setenang mungkin. Itu sangat sulit saat di bawah tatapan manik abu-abu itu.

"Tidak mungkin Elisabeth menerima begitu saja selain dirimu."

Perkataan Francis saat itu membuat Igritte menyesali perkataannya. Lalu setelahnya gadis bersurai hitam itu berlutut sangat dalam hingga dahinya menyentuh lantai kasar kastil. "Mohon ampun, milord. Sebenarnya keadaan Lady tidak baik-baik saja," ucapnya. Igritte dapat merasakan suasana sekitarnya berubah. Beberapa pelayan berbisik pelan. "Untuk itu ...," lanjutnya. "Saya pergi ke ruang pribadi Lady Elisabeth, berharap menemukan beberapa ramuan."

Seluruh kata yang ia ucapkan tidak sepenuhnya berbohong. Tetapi ia juga harus tetap merahasiakan alasan utama Lady Elisabeth tidak sadarkan diri.

Suasana hening melingkupi Igritte. Ia tidak nyaman dengan itu. Seakan vonis pemenggalan siap diberikan kepadanya saat itu juga. Namun, alih-alih hukuman penggal. Igritte mendengar suara rendah milik Tuan Duke,

"Bagaimana keadaan Elisabeth saat ini?"

Sejenak Igritte ragu untuk menjawab pertanyaan itu. "Lady Elisabeth tidak sadarkan diri sejak perjalanannya menuju istana utama, milord."

Ia sudah membayangkan pedang milik Tuan Duke berayun kearahnya dan memenggal kepalanya dalam hitungan detik. Alih-alih itu terjadi, Tuan Duke pergi tergesa-gesa hampir berlari. Meninggalkan mereka dalam suasana hening.

Namun bagi Igritte, itu bukan keheningan, melainkan suasanya mencekam yang mempertaruhkan kepalanya, karena Igritte tahu bahwa tujuan Tuan Duke adalah Istana Utama.


@@@


Francis sudah menduga ketika seorang ksatria -yang ia tugaskan mengawal Elisabeth- tidak kembali. Pun dengan rasa gelisah yang akhir-akhir ini ia rasakan. Itu perasaan sama saat dulu ia menyusul Diane.

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang