Chapitre Dix-Neuf - 19

2.8K 344 6
                                    

Hi kawan!

Aku mau minta maaf yang sebesar-besarnya, karena baru muncul setelah sebulan lamanya menghilang. Pekerjaan baruku di dunia nyata cukup menyita waktu dan tenagaku, dan baru bisa sekarang menyapa kalian bersama Francis dan Sonya. Semoga kalian ga lupa sama mereka yaaaa :)

Selamat membaca!


===================================================================


"Elisabeth?"

Bola mata itu membulat di bawah bias rembulan malam yang menampilkan manik kelamnya. Siluetnya tinggi menjulang, di balut baju zirah sewarna baja hitam bersepuh perak di tiap sisinya, serta surai yang bergoyang tertiup angin malam yang kian mengigit.

Untuk kesekian kali dalam hidupnya, ia menyesali keputusan yang ia ambil hanya karena terdesak sebuah pertanyaan.

Seharusnya, jika ia tetap tinggal dengan Owine dan Jack di depan perapian –walau dengan segudang pertanyaan yang di lontarkan Jack membuatnya tersudut, itu lebih baik dibandingkan bertemu langsung dengan tujuannya mengikuti ekspedisi secara tersembunyi.

Tidak ada pengelakan, Sonya hanya menyengir lalu berkata, "Hai!"

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Francis. Maniknya menelusuri seluruh tubuh Sonya yang telah berbalut zirah layaknya seorang prajurit di bawah pimpinannya, lalu mengernyit tatkala sebuah pelindung tangan melingkar menutupi tiga jari perempuan itu.

Sonya berdehem. Ia harus memikirkan seribu alasan untuk keberadaannya disini, namun alih-alih menjawab, sebuah tangan menariknya menjauh dari tempat semula. Membawanya pada jalan sepi menuju sebuah tenda.lebih besar –dibandingkan tenda miliknya yang setengah mati ia bangun– dengan sebuah terpal yang menaungi. Ah, Sonya yakin itu bukan tenda yang Francis bangun sendiri, pikirnya.

Di dalam tenda besar itu berisi ruangan lain yang tersekat; beberapa lampion yang tergantung di sisi, balok yang telah di sulap menjadi sebuah meja yang telah di penuhi oleh beberapa perkamen usang, serta dua kursi di masing-masing sisinya. Sonya sempat terpaku pada peta dari sebuah perkamen sebelum maniknya dipaksa untuk menatap sepasang manik abu-abu itu;

"Bukankah Raja menyuruhmu tinggal?" tanya Francis seraya duduk pada sisi belakang meja. Perkamen yang sebelumnya terbuka, ia gulung kembali dan meletakkannya di sebuah kotak tidak jauh dari meja. "Atau kau lupa kejadian itu?"

Sonya mengernyit. "Aku tidak melihat akan ada bahaya sepanjang perjalanan ini," balasnya seraya mengambil sebuah kantung kecil yang terselip di sisi zirahnya. "Justru aku ikut denganmu untuk memastikan kau meminum ini," dan menaruhnya di atas meja. "Atau setidaknya aku memberikan ini dan memastikan para penyaji menyiapkan ini," lanjutnya.

Francis melirik sebuah kantung kecil dengan tali ikat yang melingkar dan kembali menatap Sonya. "Kau bisa memberikannya pada penyaji sebelum keberangkatan. Alasanmu tidak masuk dalam logikaku."

Saat itu Sonya telah siap membalas perkataan Francis dengan umpatan ketika Louis datang dan memberikan sebuah perkamen lain. Membuat Francis mengarahkan pandangannya bergantian pada perkamen lalu pada pria itu.

"Dari Hubert. Peta terbaru yang di kirim oleh Valencia," ujar Louis seraya menatap sejenak Sonya sebelum kembali berkata, "Bukankah kau Robert?

Sonya yang mendengar nama itu segera menoleh. Ada sebuah binar jenaka dalam manik kecokelatan milik pria itu. "Ya, my lord," jawabnya seraya sedikit membungkuk. Perlu sedikit usaha untuknya agar tidak meringis menahan zirah yang ia kenakan.

Sedangkan Francis menaikkan sebelah alisnya ketika Louis memanggil nama lain untuk Sonya. "Kau mengenalnya?"

"Dia prajurit di bawah komandoku," ucap Louis. Ia berjalan menjauh dan menggeser sebuah kursi sebelum ia mendudukinya. "Seorang pemanah," lanjut pria itu.

Angin malam yang bersemilir, menerobos masuk melalui celah tirai yang tidak terkait. Mengoyangkan tirai tenda dan menghembuskan udara malam yang telah memasuki musim dingin.

Ada jeda disana, di mana Francis hanya diam dan menatap Sonya ketika wajah mungil itu terkadang meringis menahan himpitan baja yang membalut tubuhnya.

"Kembalilah," ucap Francis pada akhirnya. "Kita akan bicara esok pagi," seraya melirik Louis yang juga menatap perempuan di depannya itu sebelum kembali berkata, "Aku harus berbicara dengan Louis."

"Ya, my lord," jawab Sonya seraya membungkukkan badan dan undur diri kembali ke tenda miliknya.

Sedangkan Louis terkekeh di tempatnya. "Dia wanita yang tidak terduga," ujarnya.

Francis tersenyum miring sebelum ia berdiri dan berjalan menuju nakas kecil, lalu mengambil segelas anggur sebelum ia menyodorkan segelas lainnya pada Louis. "Apa yang membuatmu datang?" tanyanya mengalihkan pembicaraan. "Selain peta."

"Hubert juga mengirim sebuah pesan lewat seekor elang buru," ujar Louis seraya menyesap anggur merah itu. Rasa menyenangkan pada tenggorokannya membuat ia sedikit mendesah. "Anggur merah memang selalu nikmat," lanjutnya.

"Apa katanya?"

"Ia memintamu agar memperhatikan peta terbaru," jawab Louis, kemudian memberikan sebuah gulungan kertas pada Francis.

Gulungan kertas itu tidak lebih panjang dari ibu jarinya, dan memuat tulisan tangan Hubert. "Bagaimana menurutmu?" tanyanya ketika ia membaca sebuah kalimat yang sama seperti yang dikatakan Louis.

"Sepertinya peta itu sedikit berbeda." Louis sedikit sangsi akan hal itu. Namun ia pernah mempelajari kerajaannya termasuk keadaan geografisnya. "Sebuah pemukiman tergambar di antara dua perbukitan terjal," lanjutnya seraya membuka gulungan perkamen yang sebelumnya ia berikan, dan membuka gulungan perkamen lainnya. "Lihat."

Manik abu-abu itu menelusuri tiap gambar pada peta yang di tunjukkan Louis padanya. Dua peta itu terasa begitu berbeda terlihat dari fisiknya, namun hal yang lebih berbeda adalah sebuah gambar yang berada tepat di dataran Arnatte, dimana sebuah bukit terjal yang tidak dapat di huni karena struktur tanah yang labil kini terdapat sebuah gambar permukiman yang menujukkan warna lebih gelap dari yang lainnya, yang berarti itu adalah pemukiman padat penduduk.

"Apakah gambar ini telah di konfirmasi?" tanya Francis.

"Valencia telah membenarkan peta itu," jawab Louis. "Digambar oleh seorang penjelajah sebelum Kerajaan Italia menyerang, dan diberikan pada perpustakaan Valencia sebagai arsip."

"Penjelajah?"

"Ya, penjelajah wanita yang menyebut namanya sebagai Delta."

"Aku butuh wanita itu untuk menterjemahkan peta yang ia buat," ujar Francis ketika ia menelusuri lebih banyak dataran yang akan menjadi jalur ekspedisinya. "Aku melihat banyak perbedaan disini."

"Sepertinya kau membutuhkan banyak prajurit untuk itu," kata Louis membuat Francis menaikkan sebelah alisnya. Lambat ia menyesap kembali anggur merah miliknya sebelum berkata, "Karena wanita itu telah tidak terlihat sejak Elisabeth bertemu dengannya."




à suivre ....

(to be continued ....)

22 September 2018

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang