Chapitre Neuf - 9

5.1K 463 3
                                    

"Bisa kalian lebih cepat lagi?!" teriak seorang perempuan dari dalam sebuah kereta berwarna burgundy.

Perempuan itu mengenakan gaun berwarna cokelat kekuningan yang menonjolkan surai cokelat gelap dengan manik yang senada miliknya. Ia menjulurkan kepala, melihat sesuatu yang membuat kereta miliknya berhenti.

"Maaf, My Lady," ucap salah satu pelayan di depan jendela keretanya. Ia membungkuk sebelum melanjutkan, "sepertinya telah terjadi longsor, dan jalan utama tidak bisa dilewati."

"Jadi kita akan kembali?" tanyanya kesal.

Ia kembali menarik kepalanya, lalu dengan cepat membuka pintu kereta dan menuruninya dengan gerakan anggun. Ia berpijak pada permukaan tanah yang agak lembek, membuat dirinya menjengit, lalu mengangkat gaunnya tinggi dan berjalan menuju para pengawalnya yang tengah berkerumun di depan tumpukan tanah dengan beberapa pohon memenuhi jalan setapak. Jalan itu hanya memuat satu kereta, dan kini telah terpenuhi tanah sepenuhnya, tanpa celah sedikitpun bagi kereta miliknya dapat lewat. Ia mendesah.

"Kami akan mencari jalan memutar, My Lady," ucap salah satu pengawal yang juga kusir kereta.

"Berapa lama?" tanyanya. Ia membuka sebuah kipas tangan yang sebelumnya tersemat dalam ikat pinggang miliknya, mengeluarkannya dan menutupnya dari teriknya sinar mentari siang itu.

"Kemungkinan sehari," jawab kusir itu.

Sang Lady mendengus. "Terlalu lama," katanya gusar.

"Hanya itu waktu tercepat yang kita punya, My Lady," ucap si kusir dengan gelisah. Ia tidak berani menatap Lady-nya, yang ia lakukan hanya tertunduk berdo'a agar ia masih diberi ampunan setelah ini.

"Kau menakuti seluruh pelayan, Alley," kata salah seorang laki-laki berbalut doublet lengkap dengan cape yang tersampir di pudak kanan laki-laki itu. Cape yang laki-laki itu kenakan bergoyang, bersamaan dengan dirinya yang berjalan mendekat perempuan itu, bersama dengan kuda besarnya yang berwarna putih.

Alley memutar bola matanya dengan kesal. "Arthur, kita akan terlambat untuk acara pembukaan."

"Marc, kita akan memutar," ucap Arthur pada kusir itu, mengabaikan Alley yang langsung saja berjalan menuju kereta miliknya dan meninggalkannya dengan kesal. Ia hanya mengendikkan bahu tak acuh.

Arthur kembali menaiki kuda putih miliknya, bersamaan dengan rombongan beserta panji-panji yang telah berjalan memutar, mencari arah Jalan Raja lain yang bisa dilalui oleh rombongan mereka. Setidaknya Arthur besyukur jika ini masih pagi, dan kemungkinan mereka bermalam diperjalanan sangatlah kecil.

Di sisi lain, Alley hanya terduduk seraya mengarahkan pandangan dengan wajah menekuk keluar jendela. Harinya masih pagi tetapi banyak hal yang membuat suasana hatinya menjadi sangat buruk.

Tadi pagi-pagi sekali sebelum rombongan berangkat, ia melihat Arthur bersama Liliana mengobrol dengan sangat intim. Jelas itu membuatnya risih. Kenyataan bahwa perempuan itu masih berhubungan dengan Arthur disamping bersama dengan Francis, membuatnya tidak habis pikir. Lalu ditambah dengan adanya longsor di Jalan Utama Raja, sehingga mau tidak mau rombongan harus berputar mencari jalan lain yang akan memakan waktu lebih lama.

Jalan Raja telah terurai menjadi sebuah dataran hijau berbukit panjang, disana ia melihat beberapa orang berlalu-lalang dengan kereta dan kuda masing-masing menyusuri bukit menuju dataran lebih rendah.

"Lisa, bisa kau sampaikan pada Arthur untuk berhenti di pasar depan?" tanya Alley yang tiba-tiba saja menjulurkan kepalanya melalui jendela. "Ada beberapa barang yang harus aku beli."

"Baik, Putri," jawab Lisa dengan anggukan kecil.

Perempuan bersurai pasir itu mencongklangkan kuda putih kecilnya menuju Arthur yang telah berjalan didepan. Dengan sopan ia membungkuk, "Maaf Tuan, Putri Alley meminta untuk berhenti sejenak di pasar depan. Beliau membutuhkan beberapa barang dari sana."

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang