Chapitre Vingt-Quatre - 24

2.6K 297 4
                                    


Hai gaes! Masih ada yang nunggu Sonya dan Francis?

Check this out, and don't forget to vote and comment! :))


============================================================================================


Francis bergeming, merasakan jantungnya berdebar seiring dengan hembusan angin malam. Ia tidak begitu yakin dengan perasaannya saat ini, apakah itu karena rasa yang disebabkan oleh istrinya atau perasaan bersalahnya pada Diane.

Dalam benaknya terus berputar wajah Diane dua tahun lalu, wajah cantik dengan surai sewarna emas bersinar di bawah sinar mentari. Namun, di sisi lain, Elisabeth memenuhinya dengan sesuatu yang membuatnya seakan tertarik untuk mengetahui lebih perempuan itu.

Dua hal yang membuatnya terusik, hingga tepukan pada pundaknya membuyarkan lamunannya. Louis dengan baju zirah lengkap dan sebuah pedang tersampir, menatapnya lega.

"Kukira kau menghilang," ucap Louis seraya mengatur napas. "Ada pengkhianat dalam rombongan."

Suara Louis timbul tenggelam oleh suara napas tidak teratur miliknya bersamaan dengan suara lonceng yang bergema, membuat ia memutar tubuh sepenuhnya dan berlari meninggalkan Louis yang kemudian menyusulnya.

Perjalanan dari danau menuju tenda miliknya tidak jauh, namun musuh sudah mengepung hampir keseluruhan wilayah yang menjadi tempat berkemah para pasukannya. Ini tidak baik. Ia bahkan tidak memprediksikan bahwa musuh akan menyusulnya hingga Loire dengan jarak tidak jauh dari ibukota. Jika ia kalah, maka musuh akan bergerak menuju ibukota dan mengancam kekaisaran.

Langkahnya memelan seraya membungkukkan sedikit tubuhnya, berjalan memutar melewati tenda milik Jaemes. Gelap membantunya untuk bersembunyi. Ia hanya perlu berlari menuju tendanya dan mengambil pedang miliknya, lalu bergabung dalam pasukan. Namun, sesuatu yang terlintas dalam pikirannya membuat Francis memutar arah langkah kakinya dengan cepat. Persetan dengan pedang.

Tidak mudah baginya untuk berlari tanpa menimbulkan perhatian. Seorang prajurit —dengan lambang daun berhelai empat dan simbol dua garis melintang di zirahnya— memotong jalannya, menghunuskan pedang berlumur darah.

Prajurit itu memiliki keluwesan yang bagus untuk ukuran seorang prajurit garda belakang, sulit untuk menjatuhkan prajurit itu dengan bermodal belati kecil yang selalu ia bawa. Namun bukan berarti ia tidak bisa.

Teknik yang ia miliki bukan hasil berlatih acak. Itu adalah latihannya selama bertahun-tahun dengan seorang panglima perang paling hebat dalam sejarah Perancis.

Ia menguasai teknik dasar berpedang dan bela diri. Jadi ketika prajurit itu menghunuskan pedang secara vertikal, kaki kirinya bertumpu dan berputar.

Belati miliknya terbuat dari baja terkuat di benua, namun tetap saja belati adalah senjata pendek. Sebisa mungkin ia memperkecil jarak, namun tetap dalam jangkauan aman.

Si prajurit kembali menghunuskan pedangnya secara horizontal dan membuat Francis harus menundukkan sedikit tubuhnya lalu menarik cepat belati miliknya, dan mendekat untuk selanjutnya menghunuskan belati itu pada sisi kiri leher si prajurit. Itu waktu yang cepat, ketika si prajurit ambruk dan Francis kembali berlari seraya mengambil pedang milik si prajurit. Ia membutuhkan senjata lain selain belati.

Pandangannya berputar, menentukan arah menuju tenda milik Elisabeth. Itu sedikit sulit dengan tenda-tenda yang telah ambruk di sekitar. Hingga ia menemukan tenda dengan sebuah terpal yang terpasang di atasnya.

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang