Chapitre Trente-Quatre - 34

2.6K 323 2
                                    

Francis menepati perkataannya.

Selama beberapa waktu, tidak ada pergerakan dari pria itu. Kecuali lengan kokohnya melingkari pinggang Sonya dengan hembusan lembut napas pria itu pada tengkuknya.

Keintiman sederhana itu membuat Sonya tidak bisa memejamkan matanya sedikitpun akibat pergulatan batin menahan reaksi berlebihan tubuh Elisabeth. Wajahnya terasa terbakar dengan debaran jantung lebih cepat. Ia hanya berharap jika Francis tidak mendengar debaran jantungnya itu.

Sial! runtuknya ketika hembusan pada tengkuknya berubah menjadi kecupan.

"Apa aku membuatmu tidak bisa tidur?" ucap Francis. Dirinya setengah sadar ketika lengannya membalik tubuh Sonya menghadapnya, lalu mengecup ringan bibir mungil itu. "Maafkan aku. Sekarang tidurlah."

Perlakuan lembut Francis membuat Sonya tidak dapat berkata, pun bergerak. Alih-alih meruntuki dalam hati atas nasibnya berada di tubuh perempuan yang mencintai pria di depannya setengah mati.

Bagaimanapun otaknya menolak, tubuh itu selalu menerima setiap pelukan dan ciuman yang Francis berikan. Lalu bagaimana dengan kesehatan batinnya? pikirnya

Sonya sedikit mendongak. Menatap wajah Francis seraya berkata, "Lengan besarmu menahan pergerakanku."

Iris abu-abu milik Francis sedikit terbuka, menatap balik iris sewarna biru langit itu. "Cobalah untuk terbiasa." Kemudian tersenyum seraya mengeratkan pelukannya. Dikecupnya puncak kepala gadis itu dan kembali bekata. "Aku tidak ingin istriku mengalami sakit pada jantungnya."

Iris sewarna biru langit itu membulat. Sial! Dia mendengar debaran jantungnya selama ini, runtuknya.

Perkataannya membuat tubuh mungil dalam dekapannya menegang. Alih-alih melepaskan pelukan itu, Francis justru mendekapnya lebih erat. "Tidurlah," ucapnya kembali.

Sepanjang malam itu, Sonya hanya dapat meruntuki tubuh Elisabeth yang telalu putus asa akan sentuhan Francis.


@@@


Kualitas tidurnya membaik.

Beberapa hari ini disetiap paginya Francis selalu bangun dalam keadaan segar. Bahkan ia sempat berpikir jika itu adalah efek dari perasaannya pada gadis itu. Tetapi walaupun Francis berpikir rasional, hangat dan aroma tubuh gadis itu selalu membuat tubuhnya tenang tanpa penjelasan logis. Tubuhnya yang menegang tiap kali malam menjelang, tidak pernah ia rasakan lagi.

Itu semua berkat keputusannya meminta Elisabeth untuk tidur bersamanya.

Pernah sekali Francis membayangkan kenyamanan lain yang bisa ia rasakan dari tubuh gadis itu. Namun, melihat reaksi takut dari gadis itu membuat Francis mundur selangkah untuk tujuannya.

Ia hanya ingin mendapatkan hati gadis itu perlahan. Bukan menakuti akan keberadaannya, seperti dulu.

"Apa Anda sudah memeriksa anggaran itu, my lord?" tanya Christer seraya menumpuk surat balasan untuk di berikan pada pengantar surat. "Parlemen meminta secepatnya agar mereka bisa membuat rencana pengajuan anggaran pada kerajaan."

"Ya. Sedikit lagi," jawab Francis. Jemarinya bergerak, membuka tiap lembar buku tebal itu yang sudah ia periksa hampir tiga perempat bagian. "Aku memberikan tanda di beberapa halaman untuk anggaran yang diperbaiki," lanjutnya.

"Baik, my lord," balas Christer seraya bediri membawa sekantung surat balasan. "Saya mohon izin untuk mengantarkan surat ini."

Francis mengangkat sebelah alisnya melihat Christer yang hendak pergi meninggalkan ruangan. "Kau bisa meminta Lyn datang dan biarkan dia membawanya," ujarnya. "Aku butuh beberapa dokumen untuk Jonas melengkapi deskripsi ini." Jari-jemarinya tidak henti menyusuri tiap lembar perkamen pada buku tebal anggaran itu, disaat sesekali fokusnya teralihkan oleh bayang Elisabeth.

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang