Chapitre Quarante Et Un - 41

2.2K 274 3
                                    

"Kau datang lagi, Sonya?"

Suara lembut itu membuat Sonya membuka mata, lalu menoleh pada sosok familiar berbalut gaun sewarna krem dengan tulle gading berpola rumit. Menatapnya dengan senyum mengembang.

"Diane?"

Gadis itu terkekeh. "Kau terlalu terburu-buru," ucapnya sembari menganyunkan lengannya dan ruang pekat di sekelilingnya berangsur berubah menjadi gazebo di belakang kastil. "Kemarilah. Kita ngobrol disini saja," seraya menepuk tempat duduk di sebelahnya.

Sonya mengikuti dengan duduk di samping Diane. "Maksudmu?"

"Bagaimana ya mengatakannya?" Wajah gadis itu terlihat menimbang, sebelum kembali berkata, "Katakanlah tubuhmu belum sepenuhnya pulih. Kira-kira seperti itu."

"Lalu apa maksudmu, aku tidak bisa kembali ke tubuh asliku saat ini?"

"Ya dan tidak," ucap Diane menggantung. "Elisabeth sedang mengusahakan."

Kening Sonya berkerut mendengar ucapan Diane. "Aku harus disini untuk beberapa waktu, begitu?"

Wajah Diane yang sebelumnya menimbang, kini berkerut. "Bukan. Bukan itu maksudku," ucapnya. "Ada beberapa hal yang harus disampaikan dan tidak. Dan kasusmu adalah tidak harus disampaikan."

Sonya mengela napas seraya menyandarkan punggungnya pada kepala kursi. "Terus apa yang bisa aku ketahui?"

"Aku butuh mendekat danau. Bagaimana kalau kita berjalan ke depan sedikit?" ucap Diane seraya menujuk jembatan antara gazebo dan kastil.

Jembatan itu masih seperti dalam ingatan Sonya, terdapat sulur yang terjalin diantara pembatas jembatan. Sulur hijau dengan beberapa bunga sewarna merah jambu dan kuning. Bunga-bunga itu kecil, dan tumbuh mengelilingi sulur lalu berujung di dalam gazebo.

Mungkin jika tidak ada Diane di sebelahnya, ia sudah meyakini jika ia berada di belakang kastil. Entah mengapa, itu membuatnya teringat dengan taman yang terbakar itu. Lalu Sonya menoleh mencari letak taman itu, alih-alih mendapati sisi pembatas jembatan yang terputus. Seingatnya, seluruh jembatan ini tertutup pembatas.

Diane berdiri, membuat lamunan Sonya teralihkan. Gadis itu berjalan menuju sisi jembatan tanpa pembatas, diikuti Sonya seraya mengedarkan pandangannya.

Tidak ada taman di sana, pikir Sonya.

Sonya berhenti di sebelah Diane yang sedang menatap danau biru berlatar hijau.

"Elisabeth itu memiliki tubuh yang lemah," ucap Diane memulai.

Sedangkan Sonya menoleh, menatap Diane. Dari awal perjumpaan mereka, Sonya dapat melihat kesedihan dibalik senyum gadis itu dan kekecewaan dibalik sorot mata teduhnya.

"Dan itu sejak kecil. Mungkin saat itu aku berusia 6 tahun. Entahlah, aku sedikit lupa," lanjut Diane. "Tetapi ia cantik dengan manik biru dan surai pirang. Sangat khas orang Perancis. Sedangkan aku adalah orang Spanyol. Mereka mungkin berkata jika kami mirip, tetapi jika dilihat lebih jauh, aku bahkan tidak mendekati kecantikannya," lanjutnya seraya menatap Sonya. "Hanya Elisabeth dan kau yang memiliki manik biru itu."

"Aku?" beo Sonya.

"Ya, kau. Itu mengapa ketika hanya kau yang berenkarnasi, Elisabeth dapat menarik jiwamu dan bertukar. Disamping memang tidak ada lagi selain dirimu," jelas Diane sedikit tertawa.

"Kau selalu bercerita ini dan itu mengenai Elisabeth. Bagaimana denganmu?" tanya Sonya membuat Diane kembali menoleh.

Ada jeda disana. Manik sewarna biru gradasi hijau kekuningan itu menatapnya seraya tersenyum jenaka. "Aku akan menceritakan tentangku di lain waktu. Sekarang sudah waktunya," ucap Diane sembari melangkah mundur.

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang