~Happy reading~
Lelaki tinggi dengan wajah yang tak terlihat jelas karena tertutupi topi menarik paksa tangan gadis yang tengah asik bercengkrama dengan kedua gadis lainnya. Sontak perempuan tersebut menatap dirinya dengan sorotan kaget. Namun, hal itu tak kunjung menciptakan niat di hati untuk melepas sosok yang membuat harinya buruk akhir-akhir ini. Ia selalu saja memberontak ketika sang hati merasa rindu akan tatapan dan ucapan sinis gadis yang dulu pernah mengisi tiap detik waktu kebahagian dalam hidupnya. Lelaki itu percaya dia menyukai gadis dengan aroma tubuh yang memikat itu hanya sebagai pelampiasan.
"Apa-apaan, sih, lo! Lepas, sakit tau nggak?!" Gadis dengan kaos pendek berwarna putih yang dipadukan dengan celana jeans berwarna hitam itu memutar-mutarkan pergelangan tangan berupaya lepas dari jeratan lelaki yang tak dikenalnya itu.
"Siapa, sih, lo?!" ketus Tara seraya memandang dan mengusap lembut kulit pergelangan tangannya yang memerah membentuk jari tangan.
Perlahan lelaki itu mengangkat sedikit topi yang menenggelamkan wajahnya. "Selamat."
Suara serak khas itu membuat Tara mendongak. Kedua mata yang sama-sama beriris cokelat itu bertemu setelah sekian lama tak saling memandang. Tak mau jatuh dan terlena lelaki itu memutuskan kontak mata dan mengakhiri acara yang berhasil membuat jantungnya memompa dengan cepat.
Sudah ada pikiran bahwa lelaki yang menariknya pergi menjauh dari Cafe tersebut adalah Agra. Mengingat hanya lelaki itu yang mengenakan pakaian layaknya mata-mata. "Selamat? Untuk?"
Agra menarik sudut bibirnya ke atas hingga membentuk lekukan indah. Bagi Tara itu bukan senyuman melainkan sebuah tanda kemarahan. "Nyangkal bukan pilihan yang bagus! Lo ...." lelaki itu mengangkat jari menunjuk rupa gadis di hadapannya penuh amarah. "Lo udah berhasil ngebuat kakak gue nganggap gue orang lain. Good, dasar parasit munafik!"
Tara terkekeh pelan berusaha mengerti kemana arah pembicaraan ini. "Tunggu, tunggu. Maksud lo apa? Dateng-dateng terus marah-marah dan maki-maki gue. Kenapa? Apa salah gue?"
Agra menarik tangan Tara hingga membuat gadis itu terbentur keras di dada bidangnya. Lelaki itu mendekatkan wajah hingga nyaris hidung mereka bersentuhan. "Pertama kalinya Raka ngeciptaain kenangan buruk di sudut bibir gue. Dan itu karena lo! Lo udah ngehasut dia, kan?! Raka nggak pernah mukul gue dan kenapa sekarang ia berani ngelakuin hal itu! Lo dendam sama gue, hah?!"
Tara meneguk salivanya pelan, memalingkan wajah tak berani menatap mata yang menyorotinya penuh amarah.
"Jawab! Jangan jadi ular sekarang!" teriak Agra penuh penekanan tepat di Indra pendengaran gadis tersebut.
Tara membuang napas kasar seraya mendorong lelaki itu menjauh darinya. "Nggak ada manfaatnya gue dendam sama lo, karena gue nggak pernah berucap sesuatu yang bakal gue ingkari nantinya."
Agra mengernyitkan kening tak mengerti apa yang Tara maksud. Hal ini cukup bagi gadis itu memberi jawaban tanpa harus diungkapkan melalui kata.
"Gue pernah ketemu sama sosok yang berhasil ngebuat gue percaya kalau cinta dan peduli itu ada dan lo tahu? Gue bakal dan akan selalu mencintai dia. Sosok itu berjanji akan selau ngejaga dan nggak bakal ngebuat gue tersakiti. Alhamdulillahnya, gue nggak ingkar."
Lelaki itu sadar apa yang sedang berusaha Tara ungkapkan. Ia tersenyum tipis dengan potongan kalimat yang mengatakan bahwa Tara masih dan selalu mencintainya. Namun, dengan segera ia tenggelamkan senyum itu sebelum gadis yang berdiri beberapa cm darinya menyadari hal tersebut.
"Lelaki itu ingkar karena gadis itu nggak jujur dengan fakta yang menjadi alasan lelaki itu kembali menginjak tanah kelahirannya."
Agra mendekat, meraih pergelangan tangan yang dicengkramnya tadi hingga meninggalkan bekas. "Maaf, soal ini." Sosok itu melangkah namun Tara kembali memanggil sebelum pundak itu benar-benar menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tara [END]
Teen FictionAttara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam jurang kehancuran, yang di buat oleh keluarganya sendiri. Bertahun-tahun ia hidup dalam kesakitan b...