0.8

5.5K 407 37
                                    

"Agra." Tara memalingkan wajah ke arah pria yang saat ini duduk di sampingnya dengan mata yang menatap lurus ke arah parkiran.

"Iya, Ra, kenapa? tanya Agra kepalanya menoleh ke arah orang yang menyebut namanya. Lelaki itu membiarkan angin sepoi menerpa wajah dan anakan rambutnya menambah kesan indah untuk dipandang.

"Hmm, buat tadi, makasih, yah."

"Sans aja, Ra," jawab lelaki itu singkat. Hatinya masih tidak terima kenyataan akan gadis kecil yang merupakan cinta pandangan pertamanya.

"Apa lo suka sama kak Tiara?"

Tidak ada lagi keramahan yang nampak di wajah Agra, lekukan senyum pun hilang bersamaan dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Tara. "Iya, tapi semua udah terlambat."

'Sumpah, hati kenapa lo jadi gini, sih?! Kita, kan, bukan siapa-siapanya dia. Lagi pula kebohongan ini buat kebaikan dia,' batin Tara, tatapan tak enak ia tujukan kepada lelaki yang tengah memeluk kedua lututnya.

"Woy, bengong mulu kerjaan lo dari tadi, aneh!" Sayangnya gadis itu masih tak mengedipkan mata.

"Ya elah, masih bengong? Betah amat, nggak tahu apa gue lagi curhat!" ketus Agra sembari mendaratkan jitakan di kening gadis berambut hitam pekat itu.

Tara tersentak kaget, mata elangnya mulai ia telusupkan pada lelaki yang berani menyentuh jidatnya yang selebar lapangan sepak bola. Melihat hal itu sontak Agra meneguk saliva seraya menampakkan deretan gigi putihnya.

"Ajib! Berani, yah, lo, ngejitak lapangan gue!"

Agra menggaruk bagian pangkal kepalanya yang tidak gatal itu. "Cantik-cantik kok kayak monyet, sih, galak amat. Lo, sih, malah bengong padahal gue mau curhat."

Gadis itu memutar kedua bola mata malas bersamaan dengan desahan pasrah yang keluar dari mulutnya. "Ya udah, lanjutin. Mau bilang apa tadi?"

"Mulai dari detik ini, gue udah bisa ngebuang jauh pikiran gue mengenai saudara lo," ujar Agra menerbitkan seulas lekukan yang terlihat penuh arti. "Karena udah ada yang baru," lanjutnya.

Mendengar penuturan lelaki di hadapannya, Tara menggelengkan kepala tak percaya di sertai dengan tepukan tangan seperti seorang guru yang kagum dengan talenta muridnya. "Itu cinta apa cuman sekedar mengagumi?"

"Cinta," jawab Agra, "semua orang juga tahu, kalau arti cinta sesungguhnya itu, ya, ngerelain dia bersama dengan pilihannya walaupun nyeseknya di kita."

Tara mengangguk paham, sebenarnya gadis itu tidak tahu-menahu mengenai arti cinta sesungguhnya selama ini ia hanya berasumsi bahwa cinta adalah bentuk hubungan ketertarikan antara lelaki dan perempuan atau pun sebaliknya. Bagaimana tidak? Hari remajanya hanya diisi dengan penderitaan, kegelapan, dan juga kesunyian.

"Semangat dapatin hati dia, kalo udah dapat jaga baik-baik. Ya udah, gue ke kelas duluan, bye!" pamit Tara sembari menatap jam hitam yang bertengger di pergelangan tangan kirinya. Gadis itu kemudian beranjak dari posisi berjalan meninggalkan Agra yang masih setia menatap punggungnya.

"Orang itu lo. Gue harap, lo nggak akan ngelakuin hal sama seperti kakak lo Tiara," guman Agra.

"Hmm, sepertinya, gue tahu bagaimana cara membalas anak songong itu." Satu sudut bibirnya terangkat dengan pandangan tak lepas pada gadis yang berlari di koridor kelas X dengan sorotan kebencian.


"Caranya?" tanya kedua temannya secara bersamaan.

"Udah, liat aja nanti, dia bakalan dapat batunya karena udah berani lawan gue."

----

Tara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang