33

3.9K 226 2
                                    

Setelah gadis berambut ombre sebahu itu membersihkan luka lelaki yang menolongnya dengan alkohol, ia kemudian mengusapkan kapas kecil yang sudah di lumuri obat merah ke wajah memar lelaki tersebut.

"Auww ...." Davin meringis kesakitan ketika Meysha sedikit menekan kapas kecil tersebut di wajahnya, tanpa sadar ia memegang tangan gadis yang mengobatinya.

Akibat dari itu Meysha menghentikan aktivitas, ia menatap Davin yang sudah menatapnya sedari tadi. Adegan ini berlangsung beberapa detik sampai salah satu dari mereka mulai menyadari keadaan yang seharusnya tak pernah ada.

Meysha menarik jemari yang dipegang  Davin kemudian mengganti kapas yang lama dengan yang baru.

"Lo sih, sok jago banget. Untung mereka cuman berempat, jadi lo nggak terlalu bonyok. Kenapa nggak pergi aja, sih, tadi?" Meysha kembali menempel-nempelkan kapas yang baru ke luka memar Davin yang lainnya.

"Kalo gue pergi, gue nggak akan bisa jadi pahlawan lo," jawab Davin diikuti dengan cengiran khasnya.

"Pahlawan kesiangan lo mah." Meysha terkekeh dengan ucapannya sendiri, gadis itu kemudian membuang kapas yang sudah dipakainya mengobati lantas memasukkan kembali peralatan tersebut ke dalam kotak P3K.

Davin ikut tersenyum melihat Meysha, tetapi lelaki itu juga heran kenapa gadis yang selama ini sangat membencinya, kenapa sekarang malah perduli padanya?

"Sha, gue boleh nanya sesuatu," ujar Davin tak enak.

"Apaan?"

"Gue ngerasa kalo ada yang aneh dengan lo, bukannya lo benci sama gue, tapi kenapa sekarang lo mau ngobatin dan ngobrol sama gue?"

Lidah Meysha keluh untuk menjawab pertanyaan lelaki di hadapannya, ia masih merasa bersalah karena membenci dan tidak mempercayai Davin akan hal buruk di masa lalunya.

"Gu–gue–"

Drrt! Drrt! Drrt!

Getaran dari handphonenya berhasil membuatnya selamat dari pertanyaan Davin. Ia sangat berterima kasih dengan seseorang yang tengah meneleponnya sekarang langsung saja Meysha mengangkat telepon tersebut.

"Halo?"

"Mey, lo udah di mana? jadi 'kan?" tanya lelaki di seberang sana.

Meysha menepuk jidatnya sendiri. "Aduh, gue hampir lupa. Jadi kok, jadi."

"Yaudah, gue tunggu, yah."

Setelah mengatakan kalimat itu, lelaki di seberang sana mengakhiri teleponnya sepihak.

Meysha merasa gelisah, bagaimana caranya dia sampai ke cafe yang dipilih Fathur jika saat ini mobilnya tengah mogok.

"Dari Fathur, yah?" tebak Davin.

Meysha mengangguk tak enak. Entahlah, padahal mereka bukan siapa-siapa. "Kita janjian ketemu di Cafe Loceria."

"Yaudah gue anterin ke sana,"

"Tapi, Vin—"

"Nggak ada tapi-tapian, kebetulan gue juga mau ketemu sama Ela di Cafe itu."

"Ouh, pantes. Iya deh."

Di tempat lain, Tara, Aundry, Ela, Ado, Agra, dan Fathur berada di sebuah cafe. Mereka saat ini memakai pakaian yang agak berbeda. Lihat saja Aundry yang memakai gigi palsu layaknya tokoh komedi terkenal di Indonesia 'Dono', Tara dengan tompel di pipi kanan dan kacamata, Agra dengan kumis palsu serta Ado yang menggunakan wik keriting. Sementara Ela dan Fathur tidak memakai apa-apa di karenakan mereka akan segera pergi setelah orang yang ditunggu telah tiba. Mereka berdua juga termasuk tokoh utama.

Tara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang