Seina mengerjapkan mata pelan saat merasa sesuatu yang dingin menyentuh keningnya.
"Sayang ....," lirih Seina. Wanita paruh Bayu itu bangun sembari mengusap-usap mata berupaya menetralkan pandangan yang masih buram. "Kamu ngapain di sini, Nak?" Tubuh kamu pasti lemah banget. Kamu nggak perlu ke sini biar Mama yang nyamperin kamu ke sana, liat tangan kamu aja dingin banget."
"Aku kangen sama Mama, makanya ke sini. Nggak boleh?"
Seina tersenyum tipis, satu tangannya terangkat membelai sayang rambut putrinya. "Boleh, Sayang. Mama mau minta maaf sama kamu, Mama tau perbuatan Mama selama ini nggak bisa ditoleransi, tapi Mama mohon maafin Mama, ya," pinta Seina dengan nada yang begitu pelan.
Gadis pucat itu menyeka air bening yang berhasil lolos dari pelupuk mata ibunya. "Ma, jangan nangis. Aku nggak papa, Mama nggak salah, kok. Tolong lupain apa yang terjadi di masa lalu, fokus sama masa depan aja. Tara minta Mama senyum, plis."
Seina tak kuasa membendung tangis. Penyesalan atas perlakuannya selama ini pada sang putri semakin menusuk dan menciptakan sesak yang luar biasa. Di sela-sela isakan Seina berusaha mengukir lekukan indah, ia harus mengabulkannya karena itu merupakan permintaan pertama dari putri bungsunya. "Mama sayang Tara."
"Boleh, kan, aku peluk Mama?"
Masih dengan mata basah, Seina menarik tubuh ringkih sang putri ke dalam dekapannya. Seina sadar bahwa putri yang disia-siakannya selama ini tengah menangis. "Hangat, aku hampir lupa rasanya."
Seina semakin mengeratkan pelukannya. "Maafin Mama, Sayang ... Mama janji setelah ini Tara nggak akan pernah lupa rasanya dipeluk Mama."
Gadis itu hanya membalas dengan kekehan pilu. Ia menengadah menatap dagu sang ibu yang nampak bergetar. "Aku mau Mama janji apapun yang terjadi nanti jangan pernah salahin siapapun apalagi diri Mama. Aku akan marah kalo itu terjadi, Aku mau Mama, Papa, Kak Naya, dan Kak Fian bahagia. Intinya lupain yang udah berlalu, aku nggak mau liat Mama nangis. Jadi, aku mohon jangan lakuin itu karena air mata Mama nyiksa aku. Terus ingat, aku nggak pernah benci sama Mama. Terakhir, jaga diri dan keluarga kita baik-baik."
Seina menggeleng kuat ketika sang putri turun dari brankar dan berjalan menjauhinya. Entah kenapa ia merasa bahwa Tara tidak akan pernah berbalik dan kembali lagi.
"Tara!"
Seina terbangun dengan mata basah dan napas yang terengah-engah. Ternyata cuman mimpi, mendadak ia ingat bahwa saat ini sang putri bungsu tengah menjalani operasi. Pukul 23:30, terhitung tiga jam operasi itu berlalu. Mungkinkah semua sudah selesai dan sekarang anaknya itu berada di ruangan UGD? Wanita paruh baya itu tak ingin berasumsi lebih, yang ia harus lakukan adalah pergi ke ruangan di mana keluarganya berada di sana ia akan mendapatkan jawabannya.
Tak butuh waktu lama kini Seina menginjakkan kaki tepat di depan lorong operasi. Tiba-tiba saja kegelisahan menghampiri, ia merasa seolah sesuatu yang buruk telah terjadi. Dengan langkah pelan tapi pasti Seina berjalan mendekati pintu operasi yang sedikit terbuka. Wanita setengah baya itu sedikit bingung dengan tatapan remaja-remaja yang merupakan teman-teman putrinya dan yang paling mengherankan di mana suami serta kedua anaknya?
"Tante," panggil Meysha, gadis itu mencekal tangan Seina berupaya menghentikan pergerakan wanita itu. Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi saat Seina tahu yang sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tara [END]
Teen FictionAttara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam jurang kehancuran, yang di buat oleh keluarganya sendiri. Bertahun-tahun ia hidup dalam kesakitan b...