39

3.6K 240 1
                                    

"Ra, aku ke rumah dulu, yah. Biasa mau anterin bunda belanja. Nggak papa 'kan?" tanya Agra tak enak.

"Nggak papa, kok," jawab Tara seraya menyunggingkan senyum.

"Lagian cuman bentar kok, habis itu aku bakalan ke sini lagi buat nemenin dan anterin kamu pulang. Jadi, nggak usah rindu."

"Yang rindu siapa, Pak?" tanya Tara sedikit terkekeh.

"Kamulah," ujar Agra percaya diri.

Tara berdecih geleng-geleng kepala. "Pede banget anak orang, aku nggak bakalan rindu sama kamu."

"Ohh gitu, yaudah. Aku nggak bakal balik dan nggak akan ke sini lagi, toh nggak rindu juga 'kan?" Agra pura-pura marah seraya menyalakan mesin motornya.

"Ehh tunggu bentar cuman bercanda kali. Baperan amat sih." Tara mencubit hidung Agra di balik helm hingga memerah.

"Duh!" Agra mengusap hidung kemudian beralih menatap pantulan wajahnya di kaca spion motor. "Astagfirullah, nih hidung udah mirip ke badut."

Agra kemudian beralih menatap Tara dan melepas helm yang membungkus kepalanya. "Rara!!"

Tara yang melihat ekspresi Agra dengan sigap mengambil jurus melarikan diri, tapi tangan pendeknya berhasil digapai Agra membuatnya tak bisa bergerak.

"Mau kemana, hm?" ujar Agra menaik turunkan kedua alisnya.

Langsung saja lelaki itu menarik paksa pinggang Tara merapatkannya ke tubuh lalu tangannya terangkat mencubit keras indera penciuman gadis itu.

"Agra, kita di tempat umum .... malu! Lepasin, yah. Aku minta maaf," ujar Tara mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.

Sedangkan Agra, lelaki itu hanya tertawa renyah ia kemudian melepas cubitannya. Mata mereka bertemu untuk beberapa saat sampai akhirnya seorang lelaki berdehem di dekat kedua remaja itu.

"Ekhemm!"

Sontak Tara langsung melepaskan tangan Agra yang terkait di pinggangnya, tapi sang lelaki malah berdecak sebal.

"Sejak kapan lo ada di sini?" sewot Agra.

"Sejak adegan cubit-cubitan hidung." Raka tersenyum meledek ke arah adiknya. "Lo lupa ini daerah cafe gue?"

"Gini, nih, kalo tingkat kebucinannya udah akut. Dunia serasa milik berdua yang lain numpang, terkecuali gue. Gue udah ngontrak," ujar Raka disertai dengan gelengan kepala.

"Iri bilang!" decih Agra.

"Udah. Kamu bukannya mau anterin bunda belanja?" sela Tara mencoba mengingatkan Agra.

"Ehh, iyya ampe lupa." Agra menggaruk tengkuk yang tak gatal lantas kembali memasang penutup kepalanya.

"Yaiyalah lupa orang ngebucin dulu ama pacar," lirih Raka

Agra mengacak-acak rambut gadisnya. "Aku pulang dulu, yah. Raka lo jagain cewek gue, awas kalo lecet dan jangan sampai lo naksir sama dia," ujarnya lagi sebelum akhirnya melajukan motor meninggalkan tempat itu.

"Hati-hati!" teriak Tara.

"Adek gue kalo udah jatuh cinta bucin dan lebaynya minta ampun." Raka tertawa kecil mengikuti Tara dari belakang.

Tanpa mereka sadari beberapa orang tengah memperhatikan kemesraan tersebut tentunya dengan niat tak semulus wajah di balik dompet yang tebal.

"Kenapa lo nggak ngelibatin Aundry lagi?" tanya Vandra penasaran.

Kania meraih lisptik yang terletak di tasnya kemudian mengoleskan benda itu pada permukaan bibir. "Karena yang terpenting dia udah terlibat dan lagi pula dia udah nggak dibutuhkan lagi."

Tara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang