14

4.7K 335 22
                                    

Seperti orang biasa yang terbangun dari dunia mimpi, ia juga mengusap wajahnya dengan kedua tangan berupaya agar matanya tidak tertutup lagi.

"Udah bangun, Neng?"

"Lo," tunjuk Tara kepada seorang gadis yang baru saja keluar dari kamar mandinya.

"Kebo banget sih, maaf yah gue semalam tidur di kamar lo jadi sekalian aja gue mandi di sini juga," kekeh Naya sembari melilitkan handuk di  kepalanya.

"APA?!"

"eitss, jangan marah nona Tara, ini juga salah lo kok, siapa suruh kuncinya diumpetin. Kan gue nggak bisa keluar."

"Eh, iya juga yah," timpal Tara tangannya meraba pakaian yang di kenakannya dan benar saja benda kecil tersebut berada di salah satu kantong pakaiannya. "Tapi tetap aja lo salah, lo main tidur aja di kasur gue tanpa izin." Tara mengerucutkan bibirnya ke depan.

"Idih, gitu aja ngambek. Oh, yah hari ini lo nggak usah sekolah dulu."

"Kenapa?" Kerutan menghias keningnya. "Itukan bukan urusan lo!"

"Tunggu dulu, lo nggak boleh ngebantah perintah seorang kakak, nggak takut dosa lo?" ancam Naya, "Gue juga udah izinin lo sama Meysha, liat udah di balas belum chat gue?"

"Apa?!" Mata gadis itu membola. Sekali lagi Tara dibuat terkejut dengan kelakuan Naya pagi ini. "Tapi gue mau sekolah, nyebelin banget sih lo. Keluar sana! Enek gue liat muka lo!"

Sementara Naya hanya memasang tampang tak berdosa yang membuat Tara semakin kesal dibuatnya.

"Iya, Bu, sabar. Minta kunci dong gue kan bukan hantu yang bisa nembus pintu." Naya menjulurkan tangannya seperti orang meminta sesuatu.

Bukannya memberi baik-baik Tara melempar kunci kamar, untung saja Naya dapat menangkapnya. Gadis itu pun melangkahkan kakinya meninggalkan Tara tak lupa menutup kembali pintu kamar suram tersebut.

Tara merebahkan kembali tubuhnya di kasur king sizenya dengan mata yang menatap langit-langit kamar, belum beberapa menit ia sudah merasa bosan.

"Boring banget nih, kalo gue keluar nanti ketemu nyokap bokap atau nggak Kak Fian malas banget sepagi ini harus debat, entar aja deh pas mereka semua pergi." Perlahan matanya kembali tertutup, mungkin tidur adalah salah satu jalan terbaik untuk menghilangkan kebosanan untuk sementara waktu.

"Lo semalam tidur di kamar Tara?" tanya Fian pada gadis yang berjalan beriringan dengannya menuruni tangga.

"Iya," jawab Naya melirik sekilas Fian, gadis itu mengibas-ngibaskan rambut kekanan kekiri guna untuk lebih memperapi mahkotanya itu.

"Rambut lo kena wajah gue, gue nggak mau yah, kutu rambut lo itu hinggap di wajah tampan gue ini. Sana-sana jauhan!" Fian mendorong Naya hingga jarak mereka cukup jauh.

"Eh, dengar rambut gue ini bersih nggak ada kutunya."

Fian hanya menggelengkan kepala tak mau membalas ucapan adiknya lagi, bisa-bisa ia hanya akan berdebat sepanjang waktu, pasalnya Naya adalah gadis yang tidak mau mengalah persis juga seperti Tara tapi si bungsu tetap saja menjadi pemenang.

"Pagi Ma, Pa." Naya mencium kedua pipi orang tuanya sebelum akhirnya duduk di  kursi makan.

"Pagi sayang," jawab Seina dan Arka secara bersamaan.

"Pagi, Ma, Pa. Fian hari ini nggak ikut sarapan yah, soalnya Fian buru-buru." lelaki itu mencium punggung tangan kedua orangtuanya kemudian meneguk segelas susu setelah itu ia berjalan pergi meninggalkan meja makan.

"Hati-hati sayang!" teriak Seina.

Sedari tadi Arka terus menatap tangga penghubung lantai utama dengan lantai dua. Hal itu disadari oleh Naya, ia tahu siapa yang Papanya tunggu.

Tara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang