Suara deru kedua motor itu berhenti di depan gerbang tinggi kediaman Ganendra.
Gadis berambut panjang itu menghentikan motornya tak lupa melepaskan helm yang membungkus kepalanya sembari menunggu lelaki yang mengikutinya tadi.
"Rara, masuk gih, udah malem. Nanti nyokap bokap lo khawatir!" ujar agra, dia tidak berniat melepas helm yang dipakainya.
Sedangkan yang diajak bicara hanya diam. Karena baru kali ini ada yang memanggilnya dengan sebutan Rara. Tapi Tara tidak ambil pusing mengenai itu.
"Kenapa? nggak suka gue panggil Rara?"
"Ehh nggak kok, nggak papa, pulang sana, hati-hati!"
"Yaudah, nggak usah bawa motor. Besok gue jemput!" tambah Agra dengan tangan yang mengacak-acak puncak rambut Tara.
Agra menancap gas motornya dan berlalu meninggalkan Tara yang masih berdiri mematung.
"Gue bakal berusaha nerima orang baru lagi," guman Tara kali ini ia menyuruh satpam untuk membawa motornya masuk ke dalam bagasi, karena hari ini ia benar-benar lelah.
Gadis tersebut melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah mewah itu, matanya menangkap sosok keluarga yang begitu harmonis. Mereka tertawa bahagia tanpa merasa kehilangan salah satu anggotanya.
"Ehh, Ra! lo udah balik." Naya berdiri dari tempat duduknya untuk menghampiri Tara yang berada diambang pintu, tapi tangannya di cekal oleh Seina.
"Duduk! Nggak usah kesana, Mama nggak mau anak perempuan Mamah kayak anak itu," sindir Seina melirik Tara dengan ekor matanya.
"Duduk aja, Nay, nggak usah pikirin dia. Kita kan lagi ngumpul-ngumpul sama Mama dan Papa. Lo nggak mau kan suasana jadi rusak karena dia."
"Tapi—"
"Udah yah sayang, biarin aja. Papa nggak mau kamu jadi anak yang nggak becus, okey?"
Dengan berat hati Naya mendudukkan kembali bokongnya dengan paksa, hari ini ia sangat berniat untuk berkumpul dengan keluarganya tanpa menyakiti perasaan salah satu dari mereka. Tapi semua itu sia-sia saja.
Sindiran demi sindiran yang dilontarkan keluarga untuknya, membuat telinga gadis itu memanas, ia mempercepat langkah menuju kamar, ia benar-benar tidak sanggup mendengar satupun kalimat itu lagi membuat batinnya sesak saja.
Kini ia berada di depan pintu kamar, tangannya meraba saku jaket tempat ia menyimpan kunci. Perlahan Tara memutar knop pintu sampai akhirnya berhasil masuk.
Tara mendudukkan bokongnya di kasur. Air bening jatuh membasahi pipinya tanpa henti-henti, ia menangis sejadi-jadinya kali ini ia tidak berniat mengeluh kepada malam yang selalu setia menjadi teman yang mendengarkan keluh kesahnya. Kali ini ia hanya perlu melakukan sesuatu yang bisa menyaingi rasa sesak dihatinya.
Ia bangkit dan berjalan masuk ke dalam kamar mandi, di sana adalah tempat Tara melampiaskan kesakitan batinnya.
Tara melepaskan kain yang menutup benda yang terpampang pada dinding kamar mandi. Benda itu adalah sebuah cermin yang dibagian kanannya sudah pecah, tapi masih kokoh melekat di dinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tara [END]
Teen FictionAttara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam jurang kehancuran, yang di buat oleh keluarganya sendiri. Bertahun-tahun ia hidup dalam kesakitan b...