Happy reading!
Tindakan tanpa otak bisa jadi sebab trauma seseorang
-----
Dentuman sendok pada piring serta seruputan tanda betapa nikmatnya sebuah makanan sudah berpadu sempurna dengan suara-suara yang sekarang nyaris terdengar seperti bisikan dari orang-orang yang sibuk mengobati lambung.
Tara bersama kedua sahabatnya memilih duduk di bangku paling ujung. Bukan karena tidak ada bangku yang kosong, melainkan mereka hanya ingin fokus menyantap makanan tanpa ada gangguan.
"Guys, kalian mau pesan apa? kali ini gue yang pesenin, tetapi ingat tetap Meysha yang bayar." Aundry tampak sangat bersemangat. matanya sesekali melirik ke arah Meysha, wajah gadis itu sungguh tidak enak untuk dipandang.
"Gue mie ayam sama es teh manis satu," jawab Meysha dengan muka-muka pelanggan rentenir.
"Kalo lo, Ra?" tanya Aundry kepada gadis yang sibuk berkutat dengan novel di tangannya.
"Samain aja," jawab Tara singkat dengan pandangan yang fokus terarah pada tulisan novel yang dibacanya.
"Ok guys, jangan rindu, yah, gue cuma sebentar kok," ucap Aundry cengengesan.
"Idihh, najis! pede banget, tuh, anak," decih Meysha, gadis itu memutar bola matanya menatap ke arah lain. Kalo mereka dipertemukan selalu saja saling mencela, tetapi karena hal inilah persahabatan mereka tidak pernah hancur.
"Kak Rafael lagi ada jadwal basket, jadi dia nggak bisa ke kantin hari ini." Meysha cukup yakin gadis yang duduk di sampingnya tengah menunggu kedatangan lelaki yang bernama Raffael dilihat dari bola mata cokelat sahabatnya yang berkali-kali kedapatan melirik ke pintu kantin.
Tara hanya ber oh-ria sebagai balasan, gadis itu kemudian melanjutkan aktivitas awal.
Tak butuh waktu lama Aundry sudah datang dengan kedua tangan yang menenteng sebuah nampan. "Pesanan datang, selamat makan semua," ujar Aundry layaknya seorang pelayan restoran yang sedang menyajikan makanan kepada para pelanggangnya.
Hening. Tara dan kedua sahabatnya kali ini fokus menyantap makanan masing-masing tanpa memperdulikan keadaan sekitar. Tiba-tiba saja semua penghuni kantin yang sebagian besar dihuni oleh kelas 10 dan 11 mendadak hening karena kedatangan tiga orang gadis yang sangat ditakuti di sekolah ternama ini.
"Apa cewek yang bernama Tara ada di sini?!" tanya Kania dengan suara yang naik satu oktaf.
Semua penghuni kantin secara bersamaan melempar pandangan pada meja paling ujung yang ditempati oleh tiga orang gadis yang sibuk menyantap makanan secara bersamaan.
"Kania tuh meja cewek yang nampar gue tadi." Vandra tersenyum licik melihat gadis yang menenteng novel di tangannya. Ia tak sabar dan mulai membayangkan tubuh arogan memohon untuk kesengsaraannya karena Vandra yakin siapapun yang berurusan dengan Kania akan berakhir di tempat favorit bersama berbagai macam pertunjukan menarik hingga Tara tak akan mampu berkutik dan memilih diam seperti pengecut-pengecut sebelumnya.
Tanpa basa-basi Kania beserta kedua temannya langsung saja berjalan ke arah yang ditunjuk oleh para siswa menggunakan indera penglihatan.
Brak!
"Lo, 'kan, yang udah berani mukul salah satu teman gue!" bentak Kania diiringi gebrakan di meja yang ditempati Tara bersama kedua sahabatnya.
"Iya, emang kenapa?" tantang Tara dengan nada yang datar sedatar wajahnya, ia pun masih setia menyantap makanan favoritnya begitupun kedua sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tara [END]
Teen FictionAttara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam jurang kehancuran, yang di buat oleh keluarganya sendiri. Bertahun-tahun ia hidup dalam kesakitan b...