44

4.4K 271 12
                                    

Suasana rumah mewah bak istana itu tidak menampakkan penghuninya, hanya ada tv yang menyala tanpa penonton. Tara memutuskan langsung naik ke atas kamar untuk beristirahat tepat saat dirinya mulai memutar knop pintu kamar, kupingnya dapat mendengar suara lembut dari seorang wanita dan setengah baya suara itu berasal dari arah kamar Naya.

Perlahan tapi pasti Tara mulai berjalan mendekati pintu bercat putih tersebut dan kemudian mengintip keadaan di dalam sana melalui celah pintu yang sedikit terbuka.

"Sayang, maafin Mama sama Papa yah, coba aja kita nggak ke restoran itu kamu nggak bakal elergi kayak gini," eluh Seina mengusap lembut puncak rambut Naya.

"Nggak papa kok, kalian kan nggak tahu kalo makanan itu ada udangnya lagian aku cuman gatal-gatal biasa," ujar Naya tersenyum.

"Sayang, ini bukan gatal-gatal biasa liat kulit kamu sampe terkelupas pokoknya besok kita harus periksa ke dokter."

"Tapi Ma—"

"Udah, Sayang, kamu turutin aja apa kata Mama kamu, ini kan juga buat kebaikan kamu." Arka mencium lembut kening putrinya.

Di luar pintu Tara menatap mereka dengan tatapan sendu, hatinya begitu perih melihat kasih sayang lebih yang diberikan orangtuanya kepada gadis yang tidak lain adalah kakaknya sendiri. Sungguh berbanding terbalik dengan perlakuan yang diterimanya selama ini, setiap hari ia hanya mendapat tatapan kebencian dari dua orang yang sangat ia cintai dalam hidupnya saat sakit tidak ada satu pun orang yang perduli padanya kecuali bibi Maryam yang bekerja sebagai pembantu di rumah ini.

sementara Naya terkadang tidak tahu bahwa adiknya sendiri sedang sakit karena kedua orangtuanya selalu menyembunyikan fakta tersebut darinya.

Tara meremas kuat dada berharap rasa perih di sana akan menghilang, setetes demi setetes air bening jatuh sangat deras.

Seseorang dari belakang, tiba-tiba menepuk salah satu pundaknya sontak Tara terkejut dan langsung membalikkan badan.

"Ini ada kiriman dari Om sama Opah buat lo." Fian menyodorkan dua buah kotak yang sama besar.

Tara meraih kotak tersebut dari tangan Fian. "Thanks." ia kemudian berlalu meninggalkan lelaki tersebut tanpa ingin berbicara panjang lebar.

"Tunggu, gimana hubungan lo sama Agra?" tanya Fian basa-basi, pertanyaan yang tentu saja ia tahu jawabannya.

Kalimat itu sukses membuat Tara menghentikan langkahnya, ia kembali berjalan ke arah Fian dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Puas?"

Tanpa basa-basi, Tara yang sudah muak menyuguhkan Fian sebuah tamparan keras yang suaranya menggema di seluruh ruangan Mansion Ganendra, gadis itu dapat mendengar jelas suara derap langkah kaki tergesa-gesa yang berasal dari kamar di belakang.

Benar saja pintu kamar dengan cat putih itu terbuka menampilkan sosok wanita dan pria setengah baya menatap dirinya dengan tatapan yang begitu tajam.

"Jelasin sama Mama suara apa tadi?" tanya Seina kepada anak sulungnya, dirinya sendiri masih setia menatap Tara dengan sorotan penuh kebencian.

Fian melepaskan tangan yang menutupi pipi kanannya hingga menampakkan sudut bibir yang sobek.

Seina mengusap lembut darah yang terdapat pada sudut bibir putranya. "Perbuatan siapa ini, Sayang?"

Remaja lelaki itu menatap sekilas gadis yang berdiri beberapa meter darinya. Seina dan Arka sudah menduga bahwa pelakunya adalah putri bungsunya sendiri.

Arka berjalan menghampiri Tara. Kemudian menjambak rambut gadis itu dan menyeretnya turun ke lantai bawah, sementara Seina mengantar Fian masuk ke dalam kamar sekalian mengompres luka di pipi putranya.

Tara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang