22

4.1K 304 17
                                    

"Aduhh ... di mana sih tuh lukisan? Gue cari di mana-mana masih aja nggak ada, tolong bantu gue tuan gudang dan benda-benda penghuninya," gerutu Tara gadis itu sudah 30 menit berada di gudang hanya untuk mencari lukisan yang tak kunjung di dapatnya. Ia pikir hukuman kali ini mudah nyatanya tidak. "Jangan-jangan lukisan itu benar-benar nggak ada?" tangannya mengacak-acak rambutnya sendiri

Saat hendak melangkahkan kaki meninggalkan tempat dengan debu bukan main, tiba-tiba pintu berderit sontak ia langsung bersembunyi di balik tumpukan kardus yang ada di samping lemari.

"Loh, itu bukannya Davin, yah? Kenapa bisa sama Vandra?" banyak pertanyaan yang timbul di benak Tara, gadis itu memutuskan untuk mencari tahunya sendiri dengan cara menguping pembicaraan kedua remaja yang baru saja masuk ke tempat ia berada sekarang.

"Udah nggak usah basa-basi, langsung intinya aja gue nggak punya banyak waktu," pinta lelaki yang bernama Davin.

"Sabar dulu, Vin. Boleh pinjam handphone lo, nggak? Gue mau telpon Kania, nanti dicariin."

Davin merogoh saku mengambil benda berbentuk persegi panjang lalu memberikannya kepada Vandra. "Nih, nggak pake lama gue punya banyak urusan!'"

Vandra meraih ponsel tersebut dan berjalan menjauh beberapa meter dari Davin, di balik tumpukan kardus Tara memperhatikan saksama gerak-gerik Vandra, tampaknya Vandra tidak sedang menelpon seseorang ia hanya sibuk mengotak-atik handphone milik Davin. "Nggak beres, nih."

Merasa urusannya telah usai, Vandra kemudian berjalan menghampiri Davin. "Makasih yah," ujarnya sembari mengembalikan barang yang dipinjamnya tadi.

"Udahkan, bilang sekarang!"

"Sebenarnya gue ngajak lo kesini cuman pengen ketemu aja, gue rindu sama lo, Vin. Gue tau lo masih ada perasaan 'kan sama gue?" Vandra mengusap rahang Davin dengan jari telunjuknya.

"Nggak bisa dibiarin, jangan sampai ada yang liat bisa brabe, gue harus hentikan ini." Saat ingin beranjak dari persembunyian tali sepatu Tara tersangkut sesuatu, ia berusaha secepat mungkin melepaskannya. "Sial!" umpatnya pada diri sendiri.

"Nggak usah mimpi lo, gue udah punya Meysha." Davin menepis kasar jari telunjuk Vandra dari wajahnya kemudian menatap tajam gadis di hadapannya.

"Oh, yah?" Vandra berjalan mendekat ke arah Davin.

Cup

Bertepatan dengan adegan lancang yang dilakukan Vandra, seorang gadis tiba-tiba saja datang. Davin segera mendorong tubuh Vandra menjauh saat menangkap cara gadis itu menatapnya.

"Sha ... tunggu, gue bisa jelasin, ini nggak seperti yang lo liat, tunggu, Sha!" Davin mencekal pergelangan tangan Meysha membuat sang empu menghentikan gerakan.

Meysha mengempas kasar tangan Davin membuat cekalan lelaki tersebut lepas. "Apaan lagi, Vin? Lo mau jelasin apa lagi, hah? Apa?!"

"Please ... kamu harus percaya sama aku, semua nggak seperti apa yang kamu liat," mohon Davin.

"Gimana gue bisa percaya Vin, lo sendiri nyuruh gue ke sini dan ini yang lo bilang kejutan, wow ... gue terkejut!!"

"Apa? Nyuruh kamu ke sini? Aku nggak pernah ngelakuin itu." Garis-garis melengkung tercetak di kening Davin.

"Nggak usah ngelak buat nutupin kesalahan lo, gue benci sama lo, Vin!" Meysha melangkahkan kakinya pergi tapi lagi dan lagi ditahan oleh jemari seseorang.

Tara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang