29

3.8K 281 10
                                    

"Gimana, Ra, hubungan lo ama Agra?" tanya Meysha, dirinya dan Tara saat ini sedang berjalan menuju toilet sekolah.

"Baik, kita nggak papa."

"Bagus deh, lo tunggu di sini gue mau masuk," ujar Meysha, gadis itu kemudian memasuki pintu toilet wanita. Sementara Tara menunggunya di depan pintu, tampaknya ia fokus menatap layar handphone dan juga menikmati alunan musik dari headshet yang terpasang sempurna di kedua telinga.

Samar-samar Meysha bisa mendengar perbincangan orang-orang di toilet sebelah, suara yang cukup familiar. Ia lantas mendekatkan indera pendengaran pada dinding pembatas antara toilet yang di tempati dengan toilet sebelah.

"Gue yakin sepupu lo bakal jadi milik gue. Lo ingat kan bagaimana cara gue ngerebut Davin dari Meysha." Gadis tersebut tertawa sangat kencang bersama dengan lawan bicaranya.

"Jadi ini semua cuman akal-akalan lo Vandra!" geram Meysha, gadis itu keluar dari toilet lalu berjalan ke tempat ia mendengar fakta yang seharusnya ia cari tahu selama ini. Tara menatap sahabatnya heran, ia hanya mengikuti ke mana temannya melangkah.

"Toilet di dalam jelek, yah?" tanya Tara, tapi Meysha tak mengubrisnya. Gadis itu menatap tajam ke arah pintu di hadapannya. Kedua tangannya mendorong keras pintu tersebut untung saja tidak terkunci.

Di dalam sana tampak dua orang gadis yang baru saja menghentikan tawa akibat dari suara benturan pintu di tembok yang cukup keras.

"Ternyata Davin nggak selingkuh, tapi semua itu cuman akal-akalan lo!" geram Meysha, nafasnya naik turun pertanda gadis itu telah di kuasai oleh emosi.

"Akhirnya, Sha. Lo bisa tau kejadian sebenarnya tanpa gue harus jelasin." Tara diam-diam tersenyum tipis dikeadaan yang tak seharusnya.

"Iya, emang kenapa?" Vandra mengangkat dagunya.

"Lo aja yang terlalu bego nggak mau dengerin penjelasan Davin," ujar Kania gadis itu tersenyum licik.

Vandra mendesah tak lupa mendaratkan sorotan temeh. "Knapa nyesel sekarang?"

"Lo! Dasar cewek murahan, perusak hubungan!!" teriak Meysha, gadis itu pergi meninggalkan tempat itu diikuti oleh Tara di sampingnya.

Bukannya langsung ke kelas, Tara dan Meysha memutuskan pergi ke taman belakang sekolah.

"Gue bego, Ra. Seharusnya gue lebih percaya sama Davin." Meysha menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Tara.

"Udah, Sha. Lo nggak bego, nggak ada yang salah antara kalian. Keadaan yang salah, jika gue di posisi lo, gue juga akan berpikiran sama." Tara mengusap  bahu Meysha mencoba menenangkan.

"Sekarang gue tahu, kenapa selama ini Davin ngejauhin gue. Dia pasti marah sama gue."

"Nggak, Sha. Lo salah paham lagi, Davin ngelakuin itu karena dia nggak mau lo ngingat kejadian buruk tentang hubungan lo. Intinya dia nggak mau lo tersakiti."

Meysha sungguh dilanda rasa bersalah, ia benar-benar menyesal tidak mempercayai lelaki yang menempati hatinya sampai sekarang.

"Gue nggak pantes sama Davin, gue bukan cewek yang baik buat dia."

"Sha." Tara melepas pelukan lalu meremas kedua pundak sahabatnya. "Davin itu masih sayang banget sama lo. Apa lo mau kehilangan dia untuk kedua kalinya?"

Meysha menggelengkan keras. "Tapi, Ra. gue harusnya percaya sama dia."

"Udah, yah. Lo nggak boleh mikir gitu, intinya sekarang lo harus perjuangin cinta lo lagi."

Meysha memeluk erat tubuh Tara. "Lo emang sahabat gue yang terbaik, Ra, gue beruntung punya lo."

"Biasa aja kali,  kita balik ke kelas yuk sebelum bel sekolah ini teriak-teriak nggak jelas." Tara menggandeng pergelangan tangan Meysha kemudian berjalan beriringan menuju ruangan.

Tara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang