"Udah, Gra, di sini aja!" pinta gadis berambut hitam pekat itu.
Merasa bahunya di tepuk beberapa kali, Agra menghentikan mesin motor di trotoar, di depan sebuah bangunan yang bertuliskan Alfamart.
"Loh, kok disini? Rumah kamu kan masih beberapa mil dari sini?" tanya Agra di balik helm yang membungkus kepalanya.
Tara berpikir sejenak, ia harus mencari alasan yang cukup efektif agar manusia yang berstatus sebagai pacarnya tidak curiga.
"Ohh, itu aku mau belanja dulu, Gra," bohong Tara.
"Ohh, emang kamu ada urusan apa sih hari ini sampai nolak ajakan aku?"
Alasan apa lagi yang akan dibuat Tara, pertanyaan pertama Agra saja sudah membuat kepalanya pusing, sekarang ia kembali disuguhkan pertanyaan yang membuat jantung berdetak tak karuan. Tara memang seperti ini dia tidak bisa berbohong dengan seseorang kecuali keadaannya genting.
"Oh, adalah urusan keluarga," jawab Tara dengan tangan yang menggaruk-garuk kening yang tidak gatal.
"Ohh yaudah aku temenin masuk, yah!" Agra melepas helmnya tapi aktivitasnya itu dicegah oleh Tara.
"Nggak usah, Gra, kamu balik duluan aja ini urusan aku, kamu pasti juga punya banyak kerjaan lain, 'kan?" Mengingat Agra sudah mulai belajar bekerja di perusahaan milik ayahnya.
"Iya sih, kalau gitu aku balik dulu, yah."
Agra langsung menarik gas meninggalkan Tara yang masih berdiri di trotoar, gadis itu mengembuskan nafas lega hari ini dia selamat dari pertanyaan Agra, tapi bagaimana dengan hari besok? Mungkin Tara sudah punya solusi dengan itu.
Perlahan kaki berjalan menyusuri jalan, matanya memperhatikan kendaraan lalu lalang di sekitar sampai akhirnya Tara memutuskan tidak pulang langsung ke rumah, ia malas berhadapan dengan penghuni yang selalu saja menyudutkannya.
Sampailah dia ke tempat tujuan, sebuah cafe yang tidak terlalu luas, tapi cocok sebagai tempat persinggahan muda-mudi Jakarta. Bangunan yang dilengkapi fasilitas WiFi dan menu-menu makanan identik dengan kopi, tentunya murah dikantong.
Dengan langkah lunglai ia memasuki bangunan tersebut, hari ini gadis yang dijuluki ratu jutek di sekolah benar-benar lelah, tapi tetap saja memaksakan diri untuk bekerja kalau tidak demikian siapa yang akan memenuhi kebutuhannya? Keluarganya tidak peduli dengannya, mereka hanya mau menampung tanpa membiayai, mereka juga mungkin lupa bahwa mereka masih punya satu tanggung jawab sehingga menelantarkan satu orang anggota keluarga.
"Kayaknya lo lagi nggak enak badan?" tegur seorang lelaki yang masih menggunakan seragam sekolah sama seperti dirinya. Beda lambang lokasi saja.
"Nggak kok, Kak, gue baik-baik aja," timpal Tara.
"Lo pucat, kecapean mungkin mending pulang terus istirahat. Masalah gaji lo nggak usah khawatir nggak akan gue potong."
"Udah ngomongnya? Gue mau kerja, gue nggak mau makan gaji buta!" Tara berjalan keruang ganti barista meninggalkan Raka yang duduk di salah satu meja pelanggan, siang ini cafenya tidak begitu ramai mungkin hanya beberapa orang yang mampir untuk sekedar menjernihkan pikiran atau hanya menumpang wifi saja.
"Dasar keras kepala." Raka menggeleng dnegan embusan napas pelan. "Jangan salahin gue kalo tambah suka sama lo."
"Oh jadi oni alasannya lo nolak ajakan Agra," ucap seorang gadis yang berada di sebuah mobil sport merah di depan cafe tersebut. Matanya menatap salah satu pelayan cafe yang baru saja datang beberapa menit lalu.
"Wah, ini bisa jadi bahan buat ngehancurin hubungan mereka," sambung gadis lain yang berada di jok belakang mobil. Siapa lagi kalau bukan, Kania dan kedua ekornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tara [END]
Teen FictionAttara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam jurang kehancuran, yang di buat oleh keluarganya sendiri. Bertahun-tahun ia hidup dalam kesakitan b...