40

4.6K 260 1
                                    

Hanya lalu lalang kendaraan yang memenuhi telinga serta suara semilir angin saling bersorak dengan dedaunan. Bangku panjang di tengah-tengah hamparan rumput hijau peliharaan menjadi objek paling memikat menemani waktu menikmati malam.

"Rara nggak akan mungkin khianatin gue, apalagi Raka yang jelas-jelas kakak gue sendiri, Tapi kejadian tadi ngebuat gue jadi linglung, arrghhh!" Agra menjambak rambutnya sendiri.

Ia meneguk sekaleng minuman bersoda sebelum akhirnya melemparnya ke sembarang arah.

Dirinya teringat dengan nomor yang selalu mengiriminya foto-foto romantis antara kakak dan pacarnya. Ia kemudian meraih handphonne yang tergeletak di sampingnya.

"Lo siapa, sih?" tanya Agra menatap layar benda pipihnya lebih tepatnya nomor tersebut.

"Itu nomor gue," jawab seseorang yang tiba-tiba datang menghampiri Agra dan duduk di dekatnya.

"Fian?" tanya Agra guratan tak menyangka jelas terpampang di wajah gelisahnya. "Sejak kapan lo di sini?"

"Sejak lo bicara sama diri lo sendiri," sahut Fian sembari mengunyah permen di dalam mulutnya.

"Tara adek lo 'kan? Tapi kenapa lo tega ngirim foto ini ke-gue yang jelas lo tau apa akibatnya nanti."

Fian tak membalas ucapan Agra ia malah sibuk bicara dengan hatinya. "Ternyata, Aundry benar-benar ngirim foto itu ke Agra, kerja yang bagus. Tenang aja Dry, gue bakal ngambil alih tugas lo karena sekarang lo nggak dibutuhin lagi," batin Fian tersenyum licik.

"Woiii! ngapain bengong, jawab dong!"

"Sorry, dimana tadi?"

Agra berdecak malas. "Alasan lo berniat ngehancurin hubungan gue sama Tara. Sebagai kakaknya, lo sangat-sangat nggak mungkin ngelakuin hal ini tanpa tujuan atau?"

"Tara bukan adek gue lagi."

"Apa?!" Agra terkejut mendengar kalimat yang di lontarkan oleh Fian.

"Sekarang waktunya lo tau semuanya, Gra."

Di tempat lain Tara kini berada tepat di hadapan pintu rumahnya, ia menghembuskan nafas kasar kemudian memutar knop pintu perlahan-lahan.

Setelah masuk ia berjalan ke arah ruang tamu tidak ada siapa-siapa di sana, tak sampai di situ gadis itu kemudian berjalan masuk ke arah meja makan. langkahnya terhenti dengan sigap ia bersembunyi di belakang patung besar di dekat jalan masuk meja makan. Dari sini ia dapat melihat Naya dan kedua orangtuanya tengah menghiasi kue yang di atasnya terletak lilin berbentuk angka tujuh belas. Miris, ia tahu kue itu bukan untuknya, tapi untuk kembarannya yang sudah tiada beberapa tahun yang lalu.

"Beberapa jam lagi, putri kita Tiara akan berumur tujuh belas tahun dan besok adalah hari anniversary kita yang ke-20 tahun," ujar Seina antusias.

"Bukan hanya Tiara, Tara juga, kalian lupa?" Naya melirik kedua orangtuanya sekilas.

"Pa, nanti malem kita sekeluarga niup lilinnya bareng-bareng, yah." Seina berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Berarti Tara ikut dong kan dia juga bagian dari keluarga kita dan dia juga ulang tahun."

"Tidak, hanya kita berempat yang akan mewakili tiup lilin mendiang adik kamu, Papa sudah bilang dia bukan bagian dari kita lagi," ujar Arka terkesan dingin.

Tara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang