31

4.2K 236 2
                                    

"Kenapa senyum terus, sih?"

Agra membuka kaca helmnya agar ia bisa dengan leluasa memandang wajah gadis di sampingnya. "Karena hari ini kita bisa kencan. Walau double date, sih, jadi agak kurang puas. Makanya aku ngeliatin kamu terus, soalnya kamu candu juga."

"Maaf, yah, Gra. Aku nggak kayak cewek-cewek di luar sana yang selalu punya waktu sama pacarnya," ujar Tara sedikit menunduk

"Nggak papa kok, Ra. Aku nggak akan maksa kamu buat jadi siapapun, cukup jadi Rara yang biasanya."

Agra mengusap lembut pipi kanan milik Tara yang sedari tadi memerah lelaki itu lantas mendaratkan satu kecupan di puncuk kepala gadisnya.

Tak sampai situ Agra juga mendekatkan bibirnya di telinga Tara membuat jantung gadis itu berdetak tak karuan.

"I love you, besok aku jemput," bisik Agra. Remaja itu kembali memasang helmnya kemudian berlalu meninggalkan Tara yang masih setia menatap punggungnya.

"Aku harap kamu nggak akan ninggalin aku suatu saat nanti."

Malam ini mata gadis itu tidak melihat keberadaan keluarganya. Tara hanya berpikir kalau semua penghuni rumahnya sudah tertidur lelap, ia pun melanjutkan langkah mengarungi tangga satu persatu.

Di pertengahan tangga suara serak khas lelaki di rumah ini menghentikan langkahnya.

"Tangan lo udah nggak papa?" tanya Fian menatap punggung gadis yang membelakanginya.

"Udah baikan." Ia juga tidak ingin berbalik ke arah suara yang menegurnya. "Emang kenapa? khawatir?" Tara memukul sendiri mulutnya, mana mungkin kakak sulungnya akan khawatir.

"Iya gue khawatir ...." ujar Fian menjeda ucapannya.

Terbit seulas senyum di bibir Tara ketika mendengar tiga kata yang di ucapkan sang kakak.

"Maksudnya khawatir Raffael tau kalo lo terluka, bisa habis gue," sambung Fian, yang ia katakan bertolak belakang dengan yang ada di dalam hatinya, sebenarnya ada rasa khawatir di benaknya.

"Ohh, tenang aja gue bakal ganti perban di tangan gue, dengan hansaplast biar nggak ada yang tau kalo gue terluka lagi," ujar Tara melanjutkan kembali langkahnya menuju pintu bercat hitam.

Perkataan Tara membuat Fian tertunduk, benar saja Tara memang bukan sekali ini terluka gadis itu sudah berkali-kali merasakan hal sama. Tapi sebagai kakak, dirinya hanya menjadi penonton setia dari serial yang dibuat oleh Kedua orangtuanya. Dan yang paling menyakitkan semua itu terjadi karena laporan darinya.

"Gue benci lo, tapi gue lebih benci diri gue sendiri," guman Fian.

----

Tampak seorang remaja lelaki berjalan meninggalkan area parkiran dengan tangan yang menenteng benda pipih. Tiba-tiba ada seseorang yang datang menghampirinya.

"Pagi, Davin," sapa gadis tersebut.

Davin menatap sekilas wajah gadis itu kemudian kembali fokus pada benda pipih di tangannya. Ia malas merespon gadis-gadis di sini.

Merasa tidak mendapat tanggapan, gadis itu meninggikan suaranya. "Davin!!"

Davin berdecak dengan bola mata memutar muak. "Kenapa? Ada urusan apa lo sama gue? bukannya lo salah satu fansnya Agra?"

"Iya, tapi sekarang gue ngefans sama lo dan kebetulan wali kelas nyuruh gue buat belajar Biologi sama lo. Katanya sih lo cukup pintar di bidang itu."

Tara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang