"Cepat banget, sih jalannya," ujar Agra berusaha mengatur napas.
"Lo aja yang kelamaan!" Tara memasang helm dan bersiap mendaratkan bokongnya di atas motor sportnya. Akan tetapi pergelangan tangannya kembali dicekal oleh Agra.
"Tunggu! hari ini gue yang bakal anterin lo."
"Nggak usah, gue nggak langsung pulang, gue mau ke suatu tempat dulu," bohong Tara, sebenarnya ia hanya tidak mau Agra mengetahui alamat rumahnya.
"Ya udah, besok gue jemput!"
"Gue bisa sen—"
"Pokoknya gue jemput titik!" sela Agra, lelaki itu melepaskan cekatannya dari tangan Tara dan beralih memasuki kendaraan beroda empatnya. "Gue duluan, ingat besok gue jemput!"
"Iyain aja deh, kan dia nggak tau alamat gue," guman Tara bersamaan dengan perginya Agra.
Gadis itu menyalakan mesin motor tak butuh waktu lama ia pun melenggang pergi meninggalkan sekolah tempat ia bisa merasa bahagia walau hanya sesaat.
Tara begitu menikmati angin-angin jalan, tanpa terasa ia sudah sampai saja ke tempat yang ditinggali bikin sakit tapi dijauhi bikin rindu. Mungkin itulah ikatan batin antara keluarga, sebanyak-banyaknya pahit yang dirasa manisnya saja.
Pak satpam rumah kemudian membukakan gadis bergisul itu pagar dan mempersilahkan nona muda keluarga Ganendra masuk.
Kali ini perasaanya campur aduk. Ia tahu bahwa di dalam sana sudah ada harimau yang tengah menunggu mangsanya.
Benar saja kedua orang tua lengkap dengan saudara-saudaranya sudah menatap tajam dirinya, terkecuali Naya tatapan yang ia berikan untuk Tara seperti perintah agar gadis itu tidak memasuki rumah mewah itu untuk sementara waktu.
"Udah pulang kamu, yah?" tanya Seina seperti angin yang menusuk-nusuk tubuh penderita kedinginan akut.
"Iya, apa Anda tidak melihatnya?" Sejak kejadian itu Tara tidak pernah menyebut kedua orang tuanya dengan sebutan Papa dan Mama secara langsung, tapi jika bersama teman atau kakak-kakaknya gadis itu akan tetap memanggil kedua orangtuanya dengan sebutan yang seharusnya, bukan karena Tara marah, tapi Tara melakukan hal itu atas perintah kedua orangtuanya sendiri.
"Wah-wah." Seina bertepuk tangan. "Lihat anak ini, Pa. Bukannya minta maaf udah bikin malu, malah berkata seakan tak punya dosa," cibirnya
"Sini kamu!"
Mungkin Tara terlalu berani buktinya ia tidak menuruti perintah papanya, ia masih kekeh berdiri di tempat. Hal itu membuat Arka emosi dan langsung menyeret dengan paksa membuat gadis malang itu terjatuh ke lantai dengan keras.
Tara mencoba berdiri, tapi usahanya gagal karena ia menerima tendangan keras dari ayahnya membuat ia meringis kesakitan.
"Pa ...." cicit Naya.
"Fian bawa adik kamu ke atas!" perintah Arka yang dengan segara remaja lelaki itu kabulkan. Dirinya tidak peduli hal apa yang akan menimpa adik bungsunya itu, baginya hal itu tidak penting. Lalu Tara, gadis itu masih mencoba untuk berdiri, dan akhirnya ia berhasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tara [END]
Teen FictionAttara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam jurang kehancuran, yang di buat oleh keluarganya sendiri. Bertahun-tahun ia hidup dalam kesakitan b...