"Opah, mau nginap?"
"Iya sayang, opah mau nginap hari ini besok mau pulang lagi ke Bali."
"Yah, percuma dong opah ke sini kalo cuman satu hari."
"Opah ke sini cuman mau ketemu sama cucu kecil opah satu ini." Zeus mencubit pelan hidung Tara menurutnya cucunya sangatlah lucu.
"Opah sakit, Tara udah gede," timpal Tara ia menatap opahnya cemburut.
"Oh, yah, gimana sekolah kamu?"
"Baik kok opah, kayak hari-hari biasanya," jawab Tara yang fokus memperhatikan ujung sepatu yang terayun ke depan ke belakang.
"Kalo besok opah pulang kamu mau nggak ikut opah ke Bali?"
"Nggak bisa opah."
"Kenapa apa karena kamu takut dengan mereka? Tidak usah takut sayang, opah akan melindungi kamu, opah nggak tega ngeliat kamu disakiti seperti ini." Zeus menggenggam tangan mungil cucunya ia bisa melihat bekas luka yang terbalut plaster obat.
"Tidak opah, nggak ada hubungannya sama mereka."
"Kenapa kamu nggak pergi aja dari sini? Kalo kamu nggak mau ikut opah setidaknya ikutlah dengan om Leo."
Sudah Tara duga opahnya akan mengajukan pertanyaan itu. "Keluarga Tara ada di sini opah." Jawaban yang sama setiap kali ada yang menanyainya seperti ini, Tara hanya akan menjawab seperti itu, Zeus bukanlah orang pertama bertanya padanya mungkin dia yang kesekian kalinya.
"Keluarga? Apa kamu masih berharap dianggap keluarga dengan mereka? Kedua orangtuamu bahkan tidak sudi menyebut namamu. Apakah kamu yakin masih ingin bertahan?" tanya Zeus memastikan.
"Iya, opah benar, walaupun Papah dan Mamah tidak pernah mau memanggilku dengan nama tidak papa opah, setidaknya mereka masih mau menatap Tara walau dengan kebencian. Tara bisa melihat ada secuil harapan di sana."
Zeus menatap gadis di depannya sendu, dirinya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mendoakan. Cucunya satu ini sangat keras kepala. "yaudah sayang, semoga harapan kamu jadi kenyataan suatu saat nanti." Zeus lantas memeluk erat cucunya berharap bisa berbagi kesedihan walau tidak sebanding dengan apa yang Tara rasakan.
Matahari tidak menampakkan wujud lagi, ia sudah terbenam beberapa menit lalu, sebentar lagi bulan akan menggantikan posisinya untuk menerangi bumi dengan cahayanya yang tidak sebanding.
"Cucuku di mana?" tanya zeus ia melihat kursi di sampingnya masih kosong.
"Masih di kamarnya, opah," jawab Naya spontan.
"Kenapa nggak gabung sama kita? Kalian larang lagi?" tatapnya tajam pada anak bungsu dan menantunya.
"Dia tidak pantas duduk di kursi ininkarena hanya keluarga saya yang pantas mendudukinya."
"ARKA!!" teriak zeus ia mengebrak meja makan, alhasil beberapa orang yang duduk dengannya terkejut.
Tara sudah menginjakkan kaki diundakan terakhir tangga, sudah ia duga perdebatan akan terjadi lagi. "Nggak ada yang larang opah, Tara sendiri yang nggak mau. Tara masih kenyang," ujar Tara mengusap-usap perutnya. Berbohong adalah cara tepat untuk menghentikan pertikaian antara Zeus dan Arka.
"Nggak, opah tahu kamu lapar maka dari itu duduklah di samping opah!" perintah Zeus.
Tara melihat raut wajah kedua orangtuanya yang sepertinya kurang setuju ia tahu harus melakukan apa. "Maaf opah Tara nggak bisa, Tara ada urusan. Jadi harus pergi, kalo gitu Tara pamit, yah." Sungguh gadis yang pengertian, ia memilih meninggalkan kesempatan langka itu demi membuat kedua orangtuanya kembali tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tara [END]
Teen FictionAttara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam jurang kehancuran, yang di buat oleh keluarganya sendiri. Bertahun-tahun ia hidup dalam kesakitan b...