"Gu–gue ...." Tara menggantungkan ucapannya ia tidak tahu apakah harus jujur atau tidak? Ia tidak mau kedua sahabatnya merasa iba. Ia juga tidak mau kedua gadis di sampingnya berpikiran buruk terhadap keluarga. Liat betapa baiknya Tara, bukan?
"Ra, lo jangan gantungin cerita, deh, lo tahu, kan, Esya juga gantungin perasaan gue," ujar Aundry dengan mimik wajah pura-pura sedih.
"Yeh, malah curhat lo, lagi tegang-tegangnya juga." Meysha mendengus kesal melirik Aundry menggunakan ekor matanya.
"Gue, nggak papa beneran," elak Tara, ia masih saja tidak mau mengaku.
"Terus kenapa lo begadang pasti karena mikirin sesuatu, 'kan? Lagian kita juga nggak punya tugas dari guru." Meysha berusaha membuat Tara berkata jujur. Tetapi, itu semua tidak berguna Tara masih teguh dipendiriannya.
"Gue nggak papa. Udah, yah, gue mau tidur, kalo udah bel kalian duluan aja." Setelah mengatakan kalimat tersebut perlahan pandangan Tara menggelap, gadis itu tak kuasa menahan denyutan rasa sakit di kepala hingga tanpa sadar tubuhnya jatuh di atas empuknya kasur UKS.
"Sha, kayaknya, tuh, anak pingsan, deh. Liat aja tuh dia pas mau rebahin badan, dia ke nggak nyadar kalo tubuhnya udah ngerongsok duluan."
"Iya, Dry. Gue nggak percaya kalo Tara nggak ada apa-apa diliat dari kondisinya aja, orang pasti bakalan ngira ini mayat, untung masih bernafas. Liat aja, tuh, mukanya udah hampir seputih kapas," keluh Meysha menatap khawatir ke arah Tara.
"Sha, itu bukan hampir mirip kek kapas tapi itu udah mirip kali."
"Gue harus buktiin sendiri. Kebetulan, nih, anak pingsan lo harus bantu gue lepasin jaketnya," tunjuk Meysha ke arah pakaian yang melekat di luar seragam Tara."
"Okey, sip," ujar Aundry sembari mengacungkan kedua ibu jarinya.
Kedua gadis itu berusaha sepelan mungkin agar Tara tidak terbangun. Walaupun tidak sadar ringisan kecil selalu keluar dari mulut pucat gadis tersebut membuat rasa penasaran kedua remaja itu kian memuncak.
Tidak butuh waktu yang lama mereka berhasil melepaskan jaket Tara menyisakan seragam sekolahnya, sontak kedua remaja itu menutup mulutnya secara bersamaan karena terkejut dengan apa yang mereka liat sekarang. Meysha dan Aundry, kedua gadis itu hanya bisa menitihkan air mata sembari menahan isakan tangis.
"Jadi, ini, Ra, yang lo bilang luka biasa," ucap Meysha dengan air mata yang tak henti mengalir, sementara Aundry, ia tidak bisa lagi berkata-kata dan hanya bisa menikmati kehangatan liquid bening di wajah lalu pada akhirnya memilih memalingkan wajah berusaha tidak melihat ke arah sahabatnya itu.
"Ini baru lengan dan pergelangan tangan, gue yakin masih banyak luka di tubuh Tara, cuman tertutupi seragam aja," tebak Meysha sembari berusaha menghapus air matanya yang terus-menerus mengalir.
Suara pintu berderit kembali terdengar. Meysha dan Aundry segera memalingkan pandangan ke arah pintu bercat putih dengan tulisan UKS tersebut.
"Tara di mana? Katanya dia masuk UKS. Maaf gue telat ke sini soalnya tadi macet," ujar Raffael dengan dada yang naik turun pertanda ia tengah berusaha mengatur napas.
"I-ya, di-a ma-suk UKS," ujar Meysha terbata-bata gadis itu meneguk saliva kasar. Bagaimana jika Raffael tahu mengenai gadis yang terbaring di belakangnya?
"Lo kenapa gugup gitu, apa terjadi sesuatu sama Tara dan itu kenapa jaket Tara bisa sama lo?" tanya Raffael. Akan tetapi tidak ada yang menggubris pertanyaannya, kedua gadis itu hanya diam membisu. "Minggir! gue mau lihat keadaan Tara!"
Mata Raffael memelotot melihat luka-luka yang ada di bagian pergelangan tangan Tara. "Apa ini, hah?!"
"Siapa yang udah berani mukulin adik gue?!" suara Raffael terdengar memantul di dalam ruangan UKS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tara [END]
Teen FictionAttara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam jurang kehancuran, yang di buat oleh keluarganya sendiri. Bertahun-tahun ia hidup dalam kesakitan b...